Sindrom Othello: Ketika Cemburu Menjadi Penyakit, Begini Penjelasan Psikolog
--
RADARTVNEWS.COM - Sindrom Othello menjadi perhatian baru di dunia psikiatri dan psikologi. Sindrom Othello merupakan salah satu gangguan kejiwaan yang kerap menimbulkan kehancuran dalam hubungan, bahkan nyawa. Sindrom ini didefinisikan sebagai rasa cemburu ekstrem yang diikuti delusi bahwa pasangan pasti tidak setia, meski tanpa bukti apa pun. Nama Othello diambil dari tokoh drama William Shakespeare yang membiarkan cemburu menuntunnya pada tragedi besar.
Gejala dan Karakteristik Sindrom Othello
Penderita sindrom Othello cenderung menunjukkan beberapa gejala berikut:
- Pikiran obsesif dan delusi tentang perselingkuhan pasangan.
- Kecenderungan untuk terus-menerus menuduh dan menginterogasi pasangan, meski tidak ada bukti.
- Sikap sangat posesif, mengontrol kegiatan dan privasi pasangan seperti memeriksa ponsel, media sosial, atau galeri foto.
- Melakukan kunjungan atau pemantauan mendadak, bahkan menguntit pasangan ke tempat kerja maupun lingkungan sosial.
- Reaksi emosional yang ekstrem seperti kemarahan, rasa bersalah, hinaan, atau tindakan kekerasan fisik/verbal.- Tidak mampu membedakan fakta dan asumsi, serta bertahan dalam keyakinan meski sudah mendapatkan bantahan atau klarifikasi.
Dampak dari sindrom ini sangat buruk bagi hubungan, mulai dari rusaknya kepercayaan hingga risiko kekerasan, pelecehan emosional, atau bahkan tindakan kriminal seperti pembunuhan dan bunuh diri.
Sindrom Othello umumnya ditemukan pada pria, meski tidak menutup kemungkinan dialami wanita. Penyakit ini kerap berkorelasi dengan gangguan neurologis seperti Parkinson, demensia, atau cedera otak, serta gangguan kejiwaan seperti borderline personality disorder, gangguan skizofrenia, depresi berat, dan alkoholisme kronis. Kasus Othello bisa dipicu oleh trauma masa lalu, kecemasan tinggi, pola pikir insecure, serta adanya kelainan pada fungsi otak bagian frontal.
Faktor psikologis seperti rendahnya harga diri, perasaan tidak layak dicintai, pola asuh yang tidak aman sejak kecil, atau pengalaman dikhianati dalam relasi sebelumnya, juga kerap menjadi pemicu timbulnya delusi tak berdasar.
BACA JUGA:Doom Scrolling: Kebiasaan Scroll Tanpa Henti yang Diam-Diam Bikin Stres
Menurut jurnal Unair dan tim medis Mayo Clinic, diagnosis sindrom Othello dilakukan lewat wawancara klinis, penilaian gejala, serta pengecekan kondisi mental dan neurologis pasien. Penanganan dilakukan dengan terapi psikologis seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT), psikoterapi individu, serta terapi pasangan untuk membantu membenahi pola pikir dan membangun kepercayaan.
Jika delusi dan gejala sangat berat, intervensi obat psikiatri, baik antipsikotik maupun stabilisator mood, bisa diberikan. Dalam kasus neurologis seperti pada penderita Parkinson, kombinasi perawatan saraf dan pendampingan psikiatri jadi kunci.
Pendekatan komprehensif dan dukungan keluarga sangat diperlukan agar pasien tidak jatuh pada fase kekerasan dan tragedi.
BACA JUGA:Mengenal Sindrom Peter Pan: Fenomena Orang Dewasa tapi Mental Masih Anak-anak
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
