BANNER HEADER DISWAY HD

Tiga Hakim Kasus Suap Vonis Migor Dijatuhi Hukuman 11 Tahun Penjara

Tiga Hakim Kasus Suap Vonis Migor Dijatuhi Hukuman 11 Tahun Penjara

-ANTARA Foto-

RADARTVNEWS.COM - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman penjara terhadap tiga Hakim nonaktif yang sebelumnya memutus vonis lepas dalam perkara dugaan Korupsi minyak goreng. Putusan ini dibacakan pada persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Ketiga hakim tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharuddin, serta Ali Muhtarom. Mereka dinyatakan terbukti menerima suap secara bersama-sama terkait putusan perkara tersebut, sehingga majelis hakim menyatakan ketiganya bersalah dan layak dijatuhi sanksi pidana atas perbuatannya.

Sidang pembacaan putusan digelar pada Rabu (3/12/2025). Dalam amar putusannya, hakim menegaskan bahwa para terdakwa melanggar Pasal 6 ayat (2) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Djuyamto terbukti menerima uang suap sebesar Rp9,211 miliar, sementara Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom masing-masing menerima Rp6,403 miliar yang diberikan secara bertahap. Ketiganya lalu dipidana penjara selama 11 tahun karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi melalui penerimaan uang suap.

Majelis Hakim yang dipimpin Effendi menyatakan bahwa ketiga terdakwa terbukti bersalah menjatuhkan putusan lepas kepada korporasi dalam perkara pemberian fasilitas ekspor CPO pada tahun 2022. Putusan tersebut dinilai berkaitan langsung dengan pemberian suap yang diterima para hakim secara bertahap.

BACA JUGA:Dua Petinggi NPCI Bekasi Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Dana Hibah Atlet Difabel Rp7,1 Miliar

Dalam sidang pembacaan amar putusan, Effendi menyampaikan pernyataan majelis. “Menyatakan para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap yang dilakukan secara bersama-sama,” ujarnya di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Selain pidana badan, hakim menjatuhkan denda sebesar Rp500 juta untuk masing-masing terdakwa. Jika denda tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman kurungan selama enam bulan. Putusan ini menegaskan adanya konsekuensi tambahan di luar pidana penjara pokok.

Majelis hakim juga menetapkan pembayaran uang pengganti sebagai pidana tambahan. Djuyamto diwajibkan mengganti kerugian sebesar Rp9,21 miliar, sedangkan Ali dan Agam masing-masing membayar Rp6,4 miliar dengan ketentuan subsider empat tahun penjara bila tidak dilunasi.

Dalam pertimbangannya, majelis menilai tindakan para terdakwa mencederai integritas lembaga peradilan. Mereka disebut tidak sejalan dengan komitmen pemerintah memberantas korupsi serta mencoreng nama institusi yang seharusnya menjadi benteng keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

Hal lain yang memberatkan ialah status para terdakwa sebagai aparat penegak hukum yang semestinya menjunjung integritas saat menangani perkara korupsi. Perbuatan tersebut dinilai bukan karena kebutuhan, melainkan bentuk keserakahan sehingga turut memperburuk citra peradilan di mata publik.

BACA JUGA:KPK Serahkan Rp 883 Miliar Hasil Rampasan Kasus Taspen, Korupsi Dana Pensiun Disebut Paling Menyakitkan

Adapun aspek yang meringankan vonis yaitu pengembalian sebagian dana suap oleh para terdakwa serta pertimbangan bahwa mereka masih memiliki tanggungan keluarga. Faktor-faktor ini menjadi dasar majelis dalam menilai kondisi terdakwa sebelum menetapkan sanksi pidana.

Hakim ketua kemudian menegaskan keputusan tersebut. “Mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan tersebut, hukuman atau pemidanaan yang dijatuhkan kepada para terdakwa kiranya sudah memenuhi rasa keadilan,” ucapnya saat membacakan putusan.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: