KPK Sita Rp500 Juta dalam OTT Bupati Ponorogo
-ANTARA Foto-
RADARTVNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang tunai Rp500 juta dalam operasi tangkap tangan yang melibatkan Bupati Ponorogo, Jawa Timur, Sugiri Sancoko (SUG). Barang bukti itu ditampilkan Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Minggu (9/11/2025). Penyitaan itu berkaitan dengan dugaan suap pengurusan jabatan, proyek di RSUD Dr. Harjono Ponorogo, dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.
Asep menyatakan bahwa uang Rp500 juta tersebut diamankan tim dari proses tangkap tangan yang berlangsung beberapa hari sebelumnya. “Uang tunai sejumlah Rp500 juta diamankan oleh tim KPK sebagai barang bukti dalam kegiatan tangkap ini,” ujarnya dalam keterangan resmi. Ia menegaskan bahwa keberadaan uang itu menjadi bagian penting dalam rangkaian pengungkapan dugaan praktik pemberian uang di lingkup pemerintahan daerah.
Rangkaian peristiwa bermula pada 3 November 2025 ketika Sugiri Sancoko meminta uang sejumlah Rp1,5 miliar kepada Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo, Yunus Mahatma (YUM). Permintaan tersebut kembali ditagihkan pada 6 November 2025. Menurut Asep, komunikasi yang terjalin antara kedua pihak memperlihatkan adanya dugaan kuat permintaan yang berhubungan dengan jabatan dan kewenangan di lingkungan Pemkab Ponorogo.
Pada 7 November 2025, teman dekat Yunus Mahatma yang berinisial IBP berkoordinasi dengan ED, pegawai Bank Jatim, untuk mencairkan uang Rp500 juta. “Uang tersebut untuk diserahkan YUM kepada SUG melalui saudari NNK selaku kerabat dari SUG,” kata Asep. Proses pencairan itu kemudian menggerakkan KPK untuk melakukan penindakan lebih lanjut setelah memperoleh bukti awal.
BACA JUGA:KPK OTT Bupati Ponorogo, Diduga Terlibat Suap Mutasi dan Promosi Jabatan
Di hari yang sama, KPK menangkap 13 orang terkait penyerahan uang tersebut. Dua di antaranya adalah Sugiri Sancoko dan Yunus Mahatma. Penangkapan itu dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan dapat ditelusuri secara lebih rinci, termasuk hubungan antara permintaan uang, proses pencairan, serta penyerahan dana yang ditengarai terkait sejumlah proyek dan jabatan.
KPK menyampaikan bahwa operasi tersebut merupakan bagian dari tindakan cepat terhadap laporan dan temuan awal mengenai dugaan suap dan gratifikasi. Langkah itu diambil untuk mencegah terjadinya aliran dana lebih besar serta memastikan seluruh pihak yang terlibat dapat dimintai keterangan secara langsung. Pemeriksaan intensif kemudian dilakukan terhadap para pihak yang diamankan.
Pada 9 November 2025, KPK secara resmi mengumumkan empat orang sebagai tersangka dalam perkara itu. Penetapan tersebut dilakukan setelah pemeriksaan lanjutan, analisis barang bukti, serta klarifikasi dari pihak yang diamankan dalam OTT. KPK menegaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan berdasarkan bukti yang dianggap cukup dan sesuai peraturan perundang-undangan.
Empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), serta Sucipto (SC) dari unsur swasta yang merupakan rekanan RSUD Ponorogo. Keempatnya dianggap memiliki peran berbeda dalam tiga klaster dugaan tindak pidana korupsi yang sedang disidik.
BACA JUGA:Akhirnya Mantan Bupati Pesawaran Ditahan Usai Ditetapkan Tersangka Korupsi Proyek SPAM
Dalam klaster dugaan suap pengurusan jabatan, penerima suap disebut Sugiri Sancoko bersama Agus Pramono, sedangkan pemberi suapnya adalah Yunus Mahatma. Pada klaster dugaan suap terkait proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo, penerima suap disebut Sugiri Sancoko bersama Yunus Mahatma dengan pemberi suap Sucipto. Sementara dalam klaster dugaan gratifikasi, penerimanya adalah Sugiri Sancoko, sedangkan pemberinya adalah Yunus Mahatma.
KPK memastikan penyidikan akan terus berjalan untuk menelusuri aliran dana, mencari kemungkinan keterlibatan pihak lain, dan memperkuat konstruksi perkara. Lembaga antikorupsi itu menegaskan komitmen untuk menindak segala bentuk penyalahgunaan wewenang yang melibatkan pejabat daerah. Proses lanjutan meliputi pemeriksaan tambahan, pemanggilan saksi, serta penyusunan berkas perkara untuk kebutuhan proses hukum berikutnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
