Munas XI MUI: Tegaskan Bumi dan Rumah Huni Tidak Layak Dipajaki Berulang
Ilustrasi --Munas XI MUI: Muidigital
RADARTVNEWS.COM – Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi menerbitkan salah satu fatwa penting dalam Musyawarah Nasional (Munas) XI. Salah satu keputusannya adalah mengenai pajak berkeadilan, yang menegaskan bahwa bumi dan bangunan yang dihuni tidak layak dikenakan pajak berulang, termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Fatwa tersebut disampaikan Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof. KH Asrorun Ni’am Sholeh, yang menjelaskan bahwa penarikan pajak berulang atas objek yang bukan barang produktif dinilai tidak sesuai prinsip keadilan dan dapat membebani masyarakat. Menurutnya, pajak idealnya dikenakan hanya pada harta yang bersifat produktif atau termasuk kebutuhan sekunder dan tersier.
BACA JUGA:MUI Gelar Munas XI di Ancol, Pembahasan Ketua Umum Baru hingga Isu Nasional Mengemuka
Ia menilai PBB yang terus naik beberapa tahun terakhir memicu kegelisahan masyarakat dan perlu menjadi dasar bagi pemerintah untuk menata ulang regulasi perpajakan agar lebih berkeadilan. Salah satu latar belakang terbitnya fatwa ini adalah tingginya pengaduan masyarakat terkait kenaikan PBB di sejumlah daerah. Kenaikan tersebut dinilai tidak sebanding dengan kemampuan ekonomi banyak warga, terutama di kawasan urban, sehingga menimbulkan beban baru bagi pemilik rumah yang sebenarnya hanya menjadikan properti tersebut sebagai tempat tinggal utama.
MUI menilai bahwa prinsip keadilan dalam pajak seharusnya sejalan dengan nilai-nilai syariah, yaitu mempertimbangkan kemampuan wajib pajak serta tidak membebani kebutuhan dasar. Prof. Ni’am memberikan analogi dengan konsep nisab zakat, yakni batas minimum kepemilikan harta yang mewajibkan seseorang mengeluarkan zakat. Dalam zakat mal, nisab itu setara 85 gram emas. Ia menyebut batas kemampuan ini dapat dijadikan rujukan dalam merumuskan standar Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) maupun kategori warga yang layak dibebaskan dari pajak.
BACA JUGA:DPR Taiwan Setuju Kembalikan Surplus Pajak Berlebih untuk Rakyat, Indonesia Kapan?
Fatwa MUI bersifat moral dan tidak mengikat seperti peraturan negara, namun rekomendasi yang dihasilkan kerap menjadi bahan pertimbangan pemerintah. MUI berharap fatwa ini mendorong lahirnya regulasi perpajakan yang lebih berpihak kepada masyarakat kecil dan menengah.
Selain itu, MUI juga menilai bahwa reformasi perpajakan harus dibarengi transparansi penggunaan dana publik agar mendorong kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan nasional. Hingga kini pemerintah belum memberikan tanggapan resmi atas fatwa tersebut. Namun sejumlah pengamat menilai usulan ini dapat memicu diskusi lanjutan mengenai perlindungan warga berpenghasilan rendah dari beban pajak yang semakin meningkat.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
