DPR Taiwan Setuju Kembalikan Surplus Pajak Berlebih untuk Rakyat, Indonesia Kapan?
Ilustrasi--ISTIMEWA
RADARTVNEWS.COM - Taiwan mencatat pencapaian fiskal luar biasa pendapatan pajak tahun 2024, yaitu mencapai NT$3,761,9 triliun atau sekitar US$114,5 miliar, melampaui anggaran yang diperkirakan sebesar NT$528,3 miliar (sekitar US$16 miliar). Momen ini kemudian dimanfaatkan oleh sejumlah legislator dari partai oposisi seperti KMT, yang mengusulkan agar sebagian besarnya disalurkan kembali kepada warga dalam bentuk uang tunai langsung sebesar NT$10.000 per orang.
Debat publik di parlemen pun menguat. Sementara KMT mendorong cash rebate demi “mengembalikan uang rakyat” pemerintah Taiwan dipimpin DPP menyatakan bahwa prioritas tetap pada pelunasan utang negara dan penguatan anggaran untuk layanan publik seperti kesehatan dan pensiun. Namun begitu, sidang legislatif tetap mengesahkan paket stimulus yang mencakup NT$230 miliar untuk tunjangan langsung warga, sekaligus alokasi untuk infrastruktur keamanan dan sektor korporasi negara.
BACA JUGA:Isu Soal Amplop Hajatan Akan Dikenai Pajak: Benar atau Tidak?
Sementara itu, di Indonesia realisasi penerimaan pajak memang terus meningkat. Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak tahun 2023 mencapai Rp1.869,2 triliun atau 108,8% dari target APBN. Namun, laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan data Indonesia Corruption Watch (ICW) justru menunjukkan ironi: kerugian negara akibat korupsi pada 2023 mencapai lebih dari Rp50 triliun dengan 619 terdakwa.
Artinya, meski beban pajak rakyat makin besar, manfaat langsung yang kembali ke masyarakat kerap tereduksi oleh kebocoran anggaran dan praktik korupsi. Berbeda dengan Taiwan yang memilih menyalurkan surplus pajaknya dalam bentuk kompensasi langsung, di Indonesia surplus pajak lebih sering melebur dalam program birokrasi yang dampaknya tidak segera dirasakan rakyat.
BACA JUGA:Warga Teriak, Pajak Naik Gila-gilaan Hingga 1.000 Persen! Istana Angkat Bicara
Taiwan membuktikan bahwa pemerintahan bisa menyelaraskan performa fiskal dengan kepentingan rakyat secara langsung—tak sekadar memprioritaskan utang dan anggaran birokrasi, tapi juga memberi ruang bagi kelegaan ekonomi bagi warga. Mungkin sudah waktunya Indonesia mempertimbangkan untuk bukan hanya menaikkan pajak demi pembangunan, tetapi juga menjamin rakyat bisa “merasakannya” langsung. Supaya pajak tidak hanya menjadi penguras isi rekening, tetapi malah jadi sumber harapan bukan janji kosong.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
