Bata Resmi Berhenti Produksi Alas Kaki, Fokus ke Jalur Ritel dan Distribusi
Ilustrasi --ISTIMEWA
RADARTVNEWS.COM - Setelah lebih dari sembilan dekade berkiprah di industri alas kaki Indonesia, PT Sepatu Bata Tbk (Bata) akhirnya memutuskan untuk menghentikan seluruh kegiatan produksi sepatu untuk kebutuhan sehari-hari di Tanah Air. Para pemegang saham menyetujui perubahan Pasal 3 Anggaran Dasar perusahaan yang menghapus bidang usaha industri alat kaki.
Langkah penghentian produksi ini tidak terlepas dari tekanan finansial yang dialami BATA selama beberapa tahun terakhir. Dalam laporan keuangan semester I 2025, perusahaan mencatat kerugian bersih sebesar Rp 40,62 miliar, meskipun angka ini lebih baik dibanding periode sama di 2024 yang mencapai Rp 127,43 miliar.
Pada periode tersebut, penjualan neto juga merosot tajam menjadi Rp 159,43 miliar, turun sekitar 38,74% dibandingkan semester I 2024 yang sebesar Rp 260,29 miliar.
BACA JUGA:Makin Melonjak, Harga Emas Nyaris Tembus Rp 2,4 Juta per Gram
Menurut manajemen BATA, penghentian produksi bukanlah keputusan seketika. Beberapa waktu sebelumnya, perusahaan telah lebih dulu menutup pabrik di Purwakarta, Jawa Barat, sebagai bagian dari upaya efisiensi operasional. Dalam rapat tahun sebelumnya, manajemen telah menegaskan bahwa produksi akan dialihkan melalui kerja sama dengan pabrik mitra lokal yang memiliki kapabilitas memadai.
Direktur & Sekretaris BATA, Hatta Tutuko, menjelaskan bahwa transformasi ini diambil agar perusahaan bisa beradaptasi dengan dinamika pasar, menekan biaya produksi, dan terus melayani konsumen melalui jalur ritel dan saluran digital (omnichannel). Ia menegaskan bahwa keputusan itu telah melalui evaluasi mendalam dan persetujuan stakeholder terkait.
BACA JUGA:Antam, UBS, dan Galeri 24 Kompak Naik, Harga Emas Sentuh Rp2,419 Juta per Gram
Penutupan pabrik Purwakarta sebelumnya sempat menyisakan dampak sosial besar. Sebanyak 233 pekerja dilaporkan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai konsekuensi penutupan pabrik. Dalam lanskap industri alas kaki nasional, kondisi BATA dianggap mencerminkan tantangan yang lebih luas: tekanan impor produk luar negeri, perubahan pola konsumsi, dan persaingan harga yang makin ketat.
Asosiasi industri, seperti Aprisindo, mencatat bahwa sektor alas kaki padat karya semakin tertekan, terutama bagi perusahaan skala menengah ke bawah, ketika konsumen mulai beralih ke merek impor dengan harga lebih murah.
Dengan tidak lagi mengandalkan produksi sendiri di dalam negeri, BATA berencana memperkuat bisnis di bidang perdagangan, distribusi, dan pengembangan merek melalui kanal ritel maupun digital. RUPSLB juga menyetujui perubahan struktur manajemen, termasuk pengunduran diri Rajeev Gopalakrishnan sebagai Presiden Komisaris.
Meski era produksi di dalam negeri telah usai bagi BATA, nama merek ini diperkirakan tetap akan melayani pasar Indonesia melalui impor dan kerja sama mitra produksi.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
