BANNER HEADER DISWAY HD

Curhat ke Kang Dedi Mulyadi, Ibu dan Siswi Ini Malah Disemprot Jangan Sok Kaya

Curhat ke Kang Dedi Mulyadi, Ibu dan Siswi Ini Malah Disemprot Jangan Sok Kaya

--Tangkapan Layar- Youtube Liputan6

BEKASI, RADARTVNEWS.COM- Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ramai diperbincangkan publik setelah memberikan tanggapan tegas terkait tingginya biaya perpisahan siswa di wilayah Cikarang, Kabupaten BEKASI.

Dalam kunjungannya ke wilayah penggusuran di tepi Kali Cikarang Bekasi Laut (CBL) pada akhir April 2025, ia berdialog langsung dengan seorang siswi SMA Negeri 1 Cikarang Utara dan ibunya.

Keluarga tersebut mengeluhkan tingginya biaya perpisahan sekolah, yakni sebesar Rp1,2 juta, yang dinilai memberatkan.

Ibu dari siswi itu menyampaikan bahwa, meskipun kondisi keuangan keluarga sangat terbatas—suaminya hanya berjualan bensin eceran dan ia seorang ibu rumah tangga—mereka tetap berupaya agar sang anak bisa mengikuti acara perpisahan, walau harus mencicil pembayarannya. 

Alasannya adalah agar anak mereka memiliki kenangan manis bersama teman-temannya sebelum lulus.

Menanggapi hal tersebut, Dedi menyampaikan pernyataan keras. Ia mengkritisi kecenderungan masyarakat berpenghasilan rendah yang memaksakan diri demi mengikuti acara mahal.

“Kalau memang kondisi ekonomi keluarga tidak memungkinkan, jangan dipaksakan ikut perpisahan sekolah yang biayanya mahal. Orang miskin jangan sok kaya. Lebih baik fokus untuk membangun masa depan anak daripada menghamburkan uang untuk acara seremonial yang tidak terlalu penting,” tegasnya.

Rekaman percakapan ini tersebar luas di media sosial dan menimbulkan diskusi publik.

Dalam keterangannya, Dedi juga menyinggung tanggung jawab sekolah dan pemerintah dalam mencegah tekanan sosial yang memaksa keluarga miskin mengikuti gaya hidup di luar kemampuan.

Ia mengusulkan agar perpisahan diadakan secara mandiri oleh siswa, tanpa keterlibatan langsung dari pihak sekolah. “Silakan saja buat panitia perpisahan sendiri. Tapi jangan libatkan sekolah. Kalau ada masalah, itu tanggung jawab sendiri,” katanya.

Isu ini mencerminkan persoalan sosial yang sering terjadi, di mana keluarga tidak mampu merasa harus mengikuti standar konsumsi yang tinggi agar tidak dianggap berbeda.

Dalam pertemuannya dengan warga yang digusur, Dedi juga mendengar keluhan lain mengenai kesulitan mereka setelah kehilangan tempat tinggal.

Ia menyatakan akan membantu mencarikan kontrakan bagi warga yang benar-benar memerlukan tempat tinggal, namun mengingatkan bahwa tinggal di tanah negara tanpa izin tetap merupakan pelanggaran yang harus ditindak.

Kontroversi ini turut mengundang perbincangan soal pengelolaan keuangan rumah tangga dari kalangan bawah serta peran sekolah dalam menyusun kegiatan yang tidak menambah beban orang tua.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: