Lampung Darurat Gay : Bemunculan Banyak Komunitas Gay di Media Sosial, APH Harus Bertindak
MENJIJIKAN : Aktivitas grup gay di media sosial.-tangkap layar-
Pun setali tiga uang dengan otoritas resmi pengawasan lalu lintas dunia maya. Baik oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) dan atau oleh aparat penegak hukum yang sudah memiliki sistem dan perangkat untuk melakukan penindakan. Baik blokir atau menyeret ke ranah hukum.
Baik Kominfo dan Kepolisian memiliki perangkat canggih untuk menelusuri akun terlarang ini. Dengan tracing akan diketahui data IP, pemilik, admin dan anggota grup memuakan itu.
”Selama ini pemerintah hanya fokus sementara dengan blokir situs judi online (judol). Padahal gay merupakan ancaman bahaya dan laten,” ujar Patrik, pengamat dunia digital.
Kerusakan Nyata
Masyarakat kontra terhadap LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) menyatakan bahwa LGBT merupakan sebuah bentuk penyimpangan dan tidak termasuk ke dalam konsepsi hak asasi manusia.
Sehingga negara dan masyarakat harus saling bahu-membahu melakukan upaya penghentian terhadap muncul dan berkembangnya LGBT di Indonesia, yang dinilai akan membahayakan generasi mendatang.
LGBT merupakan perilaku penyimpangan sosial yang tidak sesuai dengan norma, moral, etika, agama, dan nilai yang dianut di tengah-tengah masyarakat. Penyimpangan sosial tersebut terjadi akibat adanya orientasi seksual.
Orientasi seksual merupakan kecenderungan seseorang untuk mengarahkan rasa ketertarikan, romantisme, emosional, dan seksualnya kepada laki-laki, perempuan, atau kombinasi keduanya.
Ancaman Hukuman
Pasal 292 KUHP menyatakan larangan terhadap orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama jenis kelamin yang diketahuinya atau sepatutnya diduganya belum dewasa.
Larangan pada pasal tersebut, lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 495 ayat (1) RUU KUHP dengan batasan usia, yaitu hanya dipidana jika dilakukan terhadap orang di bawah umur 18 tahun.
Kemudian Pasal 495 ayat (1) RUU KUHP memuat sanksi pidana. Pidana yang dijeratkan semula pidana penjara paling lama 5 tahun, menjadi pidana penjara paling lama 9 tahun.
Dalam perkembangannya, terdapat tambahan ayat baru berupa ancaman pidana tersebut tidak hanya berlaku pada perbuatan cabul dibawah umur, namun juga terhadap seseorang yang melakukan perbuatan cabut terhadap orang berusia diatas 18 tahun.
Namun, usulan mengenai ancaman pidana penjara terhadap orang yang berusia diatas 18 tahun masih belum disetujui oleh berbagai fraksi. Berbagai pihak menyatakan kontra lantaran negara tidak bisa mengintervensi hak dasar warga hanya karena perbedaan orientasi seksual.
”Bukan lantas ada pembenaran atau validasi atau perbuatan menyimpang. Ini penyakit menular baik fisik dan mental. Harus dihentikan secepatnya,” sambungnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
