BANNER HEADER DISWAY HD

Merah Putih: One For All, Film Animasi Nasional Tuai Kontroversi Jelang 17 Agustus

Merah Putih: One For All, Film Animasi Nasional Tuai Kontroversi Jelang 17 Agustus

-Istimewa-Istimewa

BANDAR LAMPUNG, RADARTVNEWS.COM - Merah Putih: One For All menjadi sorotan publik sebagai film animasi Indonesia terbaru bertema nasionalisme yang tayang menjelang Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2025. Meski diharapkan menjadi kebanggaan anak bangsa, film ini justru menuai banyak kritik karena kualitas animasinya yang dianggap di bawah standar. 

Film Merah Putih: One For All dirilis secara serentak di bioskop mulai 14 Agustus 2025, bertepatan dengan momentum Hari Kemerdekaan. Namun, trailer yang dirilis di kanal YouTube Perfiki TV justru memicu gelombang reaksi negatif dari warganet.

 

Disutradarai oleh Endiarto dan Bintang Takari, film Merah Putih: One For All diproduksi oleh Perfiki Studio Kreasindo. Proyek ini juga didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) serta Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail. Film ini mengangkat cerita delapan anak dari berbagai suku di Indonesia yang bersatu menyelamatkan bendera pusaka merah putih yang hilang tiga hari sebelum upacara 17 Agustus.

 

Dengan pesan kuat tentang persatuan, keberagaman, dan gotong royong, film ini awalnya diharapkan mampu menjadi inspirasi generasi muda Indonesia.

BACA JUGA:Film Animasi Indonesia

Namun, banyak pengguna sosial menilai bahwa animasi film Merah Putih One For All terlihat kaku, ekspresi karakter tidak hidup, dan pencahayaan kurang menarik. Beberapa menyamakan hasilnya seperti tugas sekolah atau proyek uji coba, bukan film profesional yang layak tayang di bioskop.

 

"Aku baru nonton trailernya, tapi jujur malah bikin gak nyaman. Bukannya excited, malah bingung ini beneran animasi tahun 2025?" tulis salah satu pengguna di platform X.

 

Komentar tersebut bukan satu-satunya. Banyak warganet lain yang menyuarakan kekecewaan serupa, mempertanyakan kualitas animasi yang dianggap kurang layak untuk dirilis di era digital saat ini. Kritik ini juga mencuat bersamaan dengan harapan besar publik terhadap kemajuan industri animasi lokal yang seharusnya bisa tampil lebih kompetitif dan membanggakan di kancah global.

 

Pengguna sosial juga membandingkan film ini dengan animasi lokal sebelumnya, “JUMBO”, yang dianggap jauh lebih rapi, sinematik, dan berkelas. Hal ini menambah tekanan publik pada Perfiki Studio sebagai pihak produksi, dan juga menimbulkan pertanyaan terhadap proses seleksi dukungan pemerintah terhadap film nasional. Karena film ini mendapat dukungan dari Kemenparekraf, muncul kritik terhadap bagaimana proyek ini bisa lolos ke tahap rilis tanpa kontrol kualitas yang ketat. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait