Hutan dan Satwa Terancam di TN Tesso Nilo, Upaya Terbaru Kemenhut Pasca Banjir Sumatera
--ISTIMEWA
RADARTVNEWS.COM – Pasca Banjir Bandang yang mengakibatkan 10.400 rumah hancur di tiga provinsi yakni Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat (Data BNPB Kamis, 6 Desember 2025) serta ratusan orang meninggal Dunia.
BACA JUGA:Garuda Indonesia Group Kirim Lebih dari 20 Ton Bantuan untuk Korban Banjir di Sumatera
Publik mulai menyoroti Kerusakan di Taman Nasional Tesso Nilo yang ditenggarai menjadi penyebab terjadinya banjir Bandang.
Dimana kondisi Taman Nasional Tesso Nilo di Provinsi Riau memantik keprihatinan mendalam.
Kawasan yang dahulu dikenal sebagai salah satu benteng terakhir hutan hujan dataran rendah di Sumatera itu kini mengalami degradasi parah.
Dari total luas resmi sekitar 81.793 hektare, hanya sekitar 15 hingga 24 persen yang masih berupa hutan alami, atau berkisar antara 12.561 sampai ±19.000 hektare. Sisanya telah berubah menjadi lahan terbuka, pemukiman, serta perkebunan sawit ilegal yang menjamur secara masif.
Fakta ini semakin diperkuat oleh pernyataan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dalam podcast curhat Bang Densu, Kamis, 6 Desember 2025, yang ramai diperbincangkan publik.
Dalam pernyataannya, Menhut Raja Juli mengungkap bahwa kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang seharusnya terlindungi kini mengalami penyusutan sangat serius.
Dari luasan efektif yang sebelumnya masih tercatat sekitar 18.700 hektare, kini kondisi hutan yang benar-benar tersisa diperkirakan tinggal sekitar 12.000 hektare saja.
Angka tersebut menunjukkan betapa masifnya alih fungsi lahan yang terjadi dalam kurun waktu cepat.
Kerusakan hutan ini tidak hanya berarti hilangnya pepohonan, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup satwa liar, khususnya Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang menjadikan Tesso Nilo sebagai salah satu habitat utamanya.
Populasi gajah di kawasan ini terus menunjukkan tren penurunan mengkhawatirkan. Jika beberapa tahun lalu populasinya masih mencapai lebih dari 200 ekor, kini jumlahnya diperkirakan tinggal sekitar 150 ekor saja.
Penurunan populasi tersebut dipengaruhi oleh kombinasi faktor perusakan habitat, maraknya konflik manusia dengan satwa, hingga praktik perburuan liar.
Degradasi hutan selama lebih dari dua dekade terakhir telah memutus jalur jelajah alami gajah, memaksa mereka keluar dari kawasan taman nasional dan masuk ke wilayah perkebunan serta pemukiman warga. Kondisi inilah yang kemudian memicu konflik yang sering berujung tragis, baik bagi manusia maupun bagi satwa itu sendiri.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
