BANNER HEADER DISWAY HD

DPR RI Genap 80 Tahun, Begini Jejak Panjang Perjalanan Parlemen Indonesia

DPR RI Genap 80 Tahun, Begini Jejak Panjang Perjalanan Parlemen Indonesia

Ilustrasi--ISTIMEWA

RADARTVNEWS.COM - Hari ini, Jumat (29/8/2025), Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi memasuki usia ke-80. Sebagai salah satu pilar demokrasi Indonesia, perjalanan lembaga legislatif ini tak bisa dilepaskan dari dinamika politik nasional, mulai dari masa kolonial Belanda, pendudukan Jepang, proklamasi kemerdekaan, hingga era reformasi.

Awal Mula Volksraad dan KNIP

Cikal bakal lembaga perwakilan di Indonesia dimulai jauh sebelum kemerdekaan. Pada 1918, pemerintah kolonial Belanda membentuk Volksraad atau Dewan Rakyat atas perintah Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum. Lembaga ini terdiri dari 38 anggota, dengan 20 di antaranya berasal dari kalangan pribumi.

Meski dianggap sebagai langkah awal perwakilan politik, Volksraad tidak sepenuhnya membela kepentingan rakyat Indonesia. Pada 1942, Jepang mengambil alih kekuasaan dan membubarkan lembaga tersebut.

Setelah proklamasi 17 Agustus 1945, lahirlah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 29 Agustus 1945. Dibentuk berdasarkan aturan peralihan UUD 1945, KNIP diresmikan Presiden Soekarno di Gedung Kesenian, Jakarta, dengan 137 anggota. KNIP kemudian dipimpin oleh Kasman Singodimedjo, dengan tiga wakil ketua yakni Sutardjo Kartohadikusumo, Adam Malik, dan J. Latuharhary. Tanggal kelahiran KNIP inilah yang kemudian diperingati sebagai hari lahir DPR RI.

Dari RIS hingga DPR Hasil Pemilu 1955

Memasuki 1950, Indonesia sempat berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Sistem parlemen terbagi menjadi Senat (32 anggota) dan DPR (146 anggota). Namun, masa ini hanya berlangsung enam bulan, sebelum Indonesia kembali menjadi negara kesatuan pada 17 Agustus 1950.

Periode berikutnya ditandai dengan lahirnya DPR Sementara (DPRS) yang kemudian dilanjutkan dengan Pemilu 1955 pemilu demokratis pertama di Indonesia. Saat itu, 260 kursi diperebutkan partai besar seperti PNI, Masjumi, NU, dan PKI. Meski disebut sebagai pemilu paling demokratis, DPR gagal menyusun konstitusi baru hingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan mengembalikan UUD 1945.BACA JUGA:Demo 28 Agustus di DPR Ricuh, Mahasiswa Dipukul Mundur Hingga Jalan Senayan

Pasca-dekrit, terbentuklah DPR Gotong Royong (DPR-GR). Anggota DPR-GR seluruhnya diangkat oleh presiden, sehingga menimbulkan kritik bahwa lembaga ini hanya menjadi kepanjangan tangan pemerintah.

Orde Baru hingga Reformasi 1998

Pada era Orde Baru, DPR tetap menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, tetapi sering dituding sekadar menjadi “stempel” kebijakan pemerintah. Kritik keras muncul karena DPR dianggap kehilangan independensi, ditambah berbagai kasus korupsi dan gaya hidup mewah anggota dewan yang memperburuk citra lembaga.

Ketidakpuasan rakyat memuncak pada Reformasi 1998. Gelombang demonstrasi mahasiswa berhasil menduduki Gedung DPR/MPR dan menuntut Presiden Soeharto mundur. Dari sinilah DPR memasuki babak baru dengan reformasi kelembagaan. Amandemen UUD 1945 memberi DPR peran lebih besar dalam pembentukan undang-undang, fungsi pengawasan, dan anggaran.

DPR Pernah Hampir Dibubarkan

Dalam sejarahnya, DPR pernah beberapa kali terancam dibubarkan. Presiden Soekarno resmi membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 karena kegagalan Dewan Konstituante. Dekrit tersebut menandai berakhirnya UUD Sementara 1950 dan diberlakukannya kembali UUD 1945.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: