Rekam Jejak Sosial Diusulkan Jadi Penentu Seleksi Masuk Kampus, Bukan Lagi Sekadar Nilai Akademik
Ilustrasi--Istimewa
RADARTVNEWS.COM - Anggota Komisi X DPR RI mengusulkan agar riwayat bullying siswa dicatat dan menjadi salah satu dokumen administratif yang dapat diakses perguruan tinggi pada saat proses penerimaan mahasiswa baru. Gagasan ini muncul setelah Komisi X menilai perundungan di sekolah sudah masuk kategori darurat moral dan psikologis, sehingga memerlukan langkah tegas berbasis sistem yang berkelanjutan.
Dalam pembahasan internal Komisi X, disebutkan bahwa sistem pendidikan nasional tidak cukup hanya mengukur kemampuan akademik, melainkan juga perlu menilai rekam jejak perilaku sosial siswa. Karena itu, usulan regulasi mendorong adanya integrasi data perundungan dari tingkat sekolah hingga jenjang pendidikan tinggi melalui sistem pelaporan berbasis digital.
Usulan ini terinspirasi dari praktik beberapa universitas di Korea Selatan, yang diketahui menolak calon mahasiswa dengan rekam kekerasan atau bullying meskipun memiliki nilai akademik tinggi. Komisi X menilai pendekatan tersebut relevan untuk Indonesia sebagai bentuk pencegahan jangka panjang di lingkungan pendidikan.
Komisi X menargetkan agar penguatan regulasi terkait catatan perilaku siswa dapat masuk dalam revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Salah satu poin yang tengah dibahas mencakup pengaturan profil digital siswa yang menyimpan data akademik, karakter, dan laporan perundungan.
Dalam mekanisme yang dibayangkan, perguruan tinggi dapat mengakses profil tersebut setelah pendaftar memberikan persetujuan. Catatan itu dianggap penting agar kampus mengetahui lebih dalam calon mahasiswanya sehingga aspek perilaku tidak terabaikan dalam penerimaan mahasiswa baru. Harapannya, sistem ini memberikan sinyal bahwa perilaku baik di sekolah memiliki dampak pada perjalanan pendidikan berikutnya.
BACA JUGA:Melawan Bullying: Peran Orang Tua dan Guru dalam Melindungi Anak
BACA JUGA:Menko PMK Siapkan Bahasa Isyarat Masuk Kurikulum Pendidikan Nasional dan Syarat CPNS
Selain itu, Komisi X menilai pendekatan ini dapat meningkatkan kesadaran siswa dan orang tua bahwa pencegahan bullying adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pihak sekolah. Meski demikian, Komisi X mengingatkan perlunya peraturan rinci agar sistem tidak menimbulkan diskriminasi dan tetap menghormati prinsip pemulihan bagi pelaku yang sudah menjalani pembinaan.
Kalangan pendidik mendukung wacana pencatatan riwayat bullying selama regulasinya memperhatikan perlindungan data pribadi, mekanisme keberatan, dan prosedur verifikasi agar tidak ada siswa yang tercatat secara tidak adil. Tantangan lain yang disoroti adalah kesiapan sekolah di daerah, terutama terkait tenaga konselor dan sistem pelaporan berbasis teknologi.
Dari sisi eksekusi kebijakan, Komisi X telah berdiskusi dengan pemangku kepentingan lintas sektor termasuk bidang kesehatan mental dan keamanan digital untuk memastikan mekanisme pelaporannya aman dan responsif terhadap kebutuhan siswa. Platform pelaporan berbasis online disebut menjadi salah satu prioritas implementasi agar korban bullying dapat menyampaikan laporan tanpa rasa takut.
Urgensi kebijakan ini diperkuat oleh meningkatnya kasus perundungan di sekolah dan kampus dalam beberapa tahun terakhir, termasuk insiden yang berujung pada kematian mahasiswa dan proses hukum yang masih berjalan. Situasi ini dipandang sebagai indikator perlunya sistem pengawasan berkelanjutan, bukan sekadar respons terhadap kasus individual.
Melalui usulan ini, Komisi X berharap dunia pendidikan di Indonesia mengutamakan keamanan psikologis dan perkembangan karakter. Jika regulasi berhasil diadopsi, penerimaan mahasiswa baru tidak lagi berpusat pada angka nilai, tetapi juga pada rekam jejak sosial yang mencerminkan akhlak, integritas, dan tanggung jawab.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
