DPR Sahkan RUU KUHAP, Prabowo Setujui Pembaruan Hukum Acara Pidana
Rapat Paripurna DPR RI--Dok. Sekretariat Negara
RADARTVNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dalam rapat paripurna hari ini, (18/11/2025). Pengesahan dilakukan setelah Komisi III menyatakan seluruh pembahasan di tingkat komisi telah rampung dan siap diambil keputusan di forum tertinggi DPR.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah memberi persetujuan melalui Surat Presiden (Surpres) untuk melanjutkan pembahasan bersama pemerintah.
Pengesahan ini disebut sebagai langkah besar dalam memperbarui sistem peradilan pidana Indonesia. Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menegaskan bahwa pembaruan KUHAP diperlukan untuk menyesuaikan praktik hukum acara dengan perkembangan hukum modern serta agenda reformasi peradilan. Menurutnya, revisi besar ini bertujuan memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan kepastian hukum dalam setiap tahapan proses pidana.
Salah satu poin krusial yang dibawa KUHAP baru adalah penguatan prinsip restorative justice. Mekanisme ini memungkinkan penyelesaian perkara tertentu melalui pendekatan pemulihan antara pelaku, korban, dan masyarakat, sehingga tidak semua kasus harus diproses melalui jalur formal yang panjang. DPR menilai pendekatan ini dapat mengurangi beban lembaga penegak hukum dan memberi ruang penyelesaian yang lebih manusiawi.
Selain itu, RUU KUHAP memperluas hak tersangka dan terdakwa untuk mendapatkan pendampingan hukum lebih awal, termasuk pada tahap pemeriksaan awal oleh penyidik. Rancangan juga memperketat aturan penahanan, memastikan bahwa langkah tersebut hanya dilakukan dalam kondisi yang benar-benar mendesak dan disertai pengawasan yang lebih ketat. Pemerintah dan DPR menilai penguatan pada aspek ini penting untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan.
BACA JUGA:RUU KUHAP Dibawa ke Sidang Paripurna 18 November 2025: Apa yang Bisa Terjadi Jika Disahkan?
BACA JUGA:Perbedaan KUHP Lama dan KUHP Baru Menurut Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Topo Sutopo
Walaupun telah disahkan, respons publik tetap beragam. Sejumlah kelompok masyarakat sipil mengapresiasi revisi KUHAP yang dinilai lebih progresif, terutama pada bagian yang berkaitan dengan perlindungan hak warga negara. Namun, sebagian lainnya mengkritik beberapa pasal yang dianggap masih membuka ruang bagi tindakan sewenang-wenang aparat jika tidak diawasi dengan ketat.
Beberapa organisasi praktisi hukum juga menyoroti bahwa implementasi KUHAP baru membutuhkan kesiapan aparat penegak hukum di semua level. Mereka meminta pemerintah menyiapkan pelatihan menyeluruh bagi penyidik, jaksa, dan hakim agar tidak terjadi interpretasi keliru saat aturan baru mulai diterapkan.
Di sisi lain, KPK sebelumnya menyampaikan masukan resmi terkait draf RUU KUHAP. Juru bicara lembaga tersebut menegaskan bahwa sinkronisasi antara KUHAP dan upaya pemberantasan korupsi harus diperhatikan, terutama dalam hal kewenangan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi.
Pengesahan ini juga dipandang penting karena KUHP baru akan berlaku mulai Januari 2026. DPR menyatakan bahwa harmonisasi antara KUHP dan KUHAP adalah syarat mutlak agar sistem hukum pidana tidak tumpang tindih atau menimbulkan kekosongan hukum.
Kini, setelah disahkan dan disetujui Presiden Prabowo, fokus pemerintah dan DPR beralih pada proses pengundangan serta penyusunan aturan turunan. Masyarakat diminta mengawasi implementasi KUHAP baru agar tujuan pembaruan hukum acara pidana benar-benar terwujud.
Dengan disahkannya RUU KUHAP, Indonesia memasuki fase baru reformasi hukum pidana. Tantangan berikutnya adalah memastikan aturan ini diterapkan secara konsisten dan adil, serta mampu memberikan perlindungan optimal bagi seluruh warga negara.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
