Lagu "Terima Kasih" Jayadi: Sebuah Ode untuk Orang Tua dan Pengorbanan yang Abadi
--istimewa
RADARTVNEWS.COM - Setiap manusia lahir ke dunia dengan tangisan, namun ada tangan lembut yang selalu siap menenangkan. Ada dada yang rela menjadi tempat bersandar, ada pelukan yang tetap hangat meski tubuhnya renta. Itulah kasih ibu dan ayah, yang tak pernah meminta imbalan, hanya berharap anaknya bisa tumbuh bahagia. Melalui lagu “Terima Kasih”, Jayadi merangkai syair yang jujur dan mengalun lirih, seakan menjadi doa, pengakuan, sekaligus penyesalan seorang anak yang akhirnya mengerti betapa tak ternilainya pengorbanan orang tua.
Sejak bait awal, lagu ini sudah mengajak pendengar untuk kembali ke masa kecil. “Merah hijau kulitku dipeluk engkau, keras tangisanku tak buat kau lelah.” Kalimat sederhana itu menyiratkan betapa tanpa pamrih seorang ibu menenangkan tangisan bayi. Meski tubuh lelah, meski wajah penuh keriput, kasih itu tak pernah surut. Bahkan kebohongan kecil penuh cinta seperti, “Habiskan saja nak, ibu sudah makan,” menjadi simbol pengorbanan yang dalam: rela lapar demi kenyang anaknya. Baris itu menghantam hati, mengingatkan kita pada momen kecil yang dulu sering terabaikan.
Lagu ini kemudian beranjak ke fase kehidupan dewasa. “Kini ku berada ribuan langkah darimu, mencoba untuk gantikan peran kalian.” Ada jarak yang membentang, ada realita ketika seorang anak mulai merasakan sendiri kerasnya hidup. Keringat dan usaha yang dahulu dianggap sepele, kini dirasakan beratnya. Pada titik inilah penyesalan itu lahir: mengapa dulu tak pernah benar-benar paham lelah yang ditutupi senyum orang tua? Mengapa selalu merasa kurang, padahal mereka sudah memberi segalanya?
BACA JUGA:Reshuffle Kabinet Merah Putih Jilid III, Prabowo Lantik 11 Pejabat Baru di Istana Negara
Di setiap larik, lagu ini menyulam perasaan cinta, rindu, dan syukur. Saat menyebut ayah, Jayadi menyinggung sikap sederhana seorang lelaki yang jarang meminta, tapi selalu berusaha memberi “Kau butuh apa nak, ayah kan berikan.” Sebuah kalimat yang seakan terucap enteng, padahal di baliknya ada kerja keras, peluh, dan pengorbanan yang tak terlihat. Lagu ini berhasil mengangkat realitas itu tanpa perlu kata-kata mewah justru dengan kesederhanaannya, ia menjadi begitu dalam.
Puncak emosi hadir pada pengakuan, “Kini ku telah mengerti semua pengorbananmu, yang dulu ku anggap hal ringan di mataku.” Sebuah kesadaran terlambat, namun penuh ketulusan. Di akhir, Jayadi menutupnya dengan kalimat indah, “Takkan habis ribuan bait di laguku jika itu sekedar tuk ucap terima kasih.” Ini adalah inti dari lagu, bahwa cinta orang tua terlalu luas untuk dibalas dengan kata-kata. Hanya bisa diabadikan lewat rasa syukur, doa, dan usaha untuk meneruskan kebaikan mereka.
“Terima Kasih” bukan sekadar lagu, melainkan sebuah pengingat universal. Siapa pun yang mendengarnya akan tersentuh, karena setiap orang memiliki sosok ibu dan ayah, dengan caranya masing-masing, yang pernah berjuang tanpa pamrih. Jayadi berhasil menjahit perasaan personal menjadi kisah yang kolektif: lagu yang mengajarkan kita untuk tidak menunda mengucapkan terima kasih, sebelum semuanya hanya tinggal kenangan.
BACA JUGA:Polisi Tetapkan Belasan Tersangka, Ungkap Motif Pembunuhan Kacab BRI Cempaka Putih
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
