BANNER HEADER DISWAY HD

The Prophecy” Taylor Swift: Doa untuk Mengubah Takdir yang Terasa Tertutup

The Prophecy” Taylor Swift: Doa untuk Mengubah Takdir yang Terasa Tertutup

--istimewa

RADARTVNEWS.COM - Taylor Swift kembali menunjukkan kekuatan lirik yang menyentuh hati dalam lagu “The Prophecy” dari album The Tortured Poets Department. Lagu ini tidak hanya sekadar rangkaian kata indah, tetapi juga potret keresahan manusia modern: perasaan terjebak dalam nasib yang seakan sudah ditentukan, dan keinginan agar hidup memberi kesempatan berbeda.

Sejak bait pembuka, Taylor sudah melukiskan rasa kehilangan harapan: “Hand on the throttle, thought I caught lightning in a bottle / Oh, but it’s gone again.” Kalimat ini menggambarkan betapa kita sering merasa sudah menemukan momen terbaik, entah cinta, karier, atau mimpi, namun semuanya lenyap begitu cepat. Banyak orang zaman sekarang juga merasakan hal yang sama: perjuangan sudah maksimal, tetapi hasilnya tetap tidak sesuai harapan.

Lagu ini semakin dalam ketika ia menyanyikan: “Please, I’ve been on my knees / Change the prophecy / Don’t want money, just someone who wants my company.” Di sini, Taylor mengakui bahwa doa dan harapannya sederhana: bukan kekayaan atau ketenaran, melainkan kebersamaan dengan seseorang yang tulus. Ini sangat relevan dengan kehidupan masa kini, ketika banyak orang merasa kesepian meski dikelilingi media sosial, rutinitas, dan pencapaian materi.

BACA JUGA:Si Hijau yang Punya Rahasia Sehat, Ternyata Bikin Hidangan Makin Maknyus

Ada juga pengakuan jujur tentang kerentanan dirinya: “A greater woman wouldn’t beg, but I looked to the sky and said, ‘Please.’” Dalam masyarakat modern yang sering menuntut kita untuk kuat dan “baik-baik saja,” lirik ini menegaskan bahwa tidak apa-apa untuk merasa rapuh, bahkan meminta sesuatu yang mungkin terlihat lemah. Manusiawi sekali jika kita berharap ada takdir yang bisa berubah demi sedikit kebahagiaan.

Lagu ini juga menyentuh sisi gelap tentang rasa takut dan keputusasaan: “I’m so afraid I sealed my fate / No sign of soulmates / I’m just a paperweight in shades of greige.” Taylor menggambarkan kekhawatiran bahwa waktunya habis, atau mungkin memang tidak ada “soulmate” untuknya. Perasaan ini banyak dialami orang di usia dewasa, tekanan waktu, pertanyaan soal pasangan, hingga keraguan pada diri sendiri. Kata “paperweight in shades of greige” menekankan rasa hampa, seperti benda tak berguna yang hanya menjadi beban.

Namun, meskipun liriknya penuh luka, ada keindahan dalam kerentanan itu. Taylor seakan berbicara untuk semua orang yang pernah merasa tersisih dari “takdir baik” yang seharusnya dimiliki. Pesan utamanya jelas, manusia boleh berharap, boleh kecewa, dan boleh berdoa agar hidup memberi kesempatan baru.

Akhir lagu kembali pada siklus yang sama: “Hand on the throttle, thought I caught lightning in a bottle / Oh, but it’s gone again.” Kita kembali ke awal, menunjukkan bahwa harapan dan kehilangan adalah lingkaran yang terus berulang. Namun, meski doa itu mungkin belum dijawab, keberanian untuk tetap memohon, tetap berharap, dan tetap mencari arti adalah hal yang membuat manusia bertahan.

“The Prophecy” adalah lagu tentang kerinduan, doa, dan perjuangan melawan rasa hampa dalam hidup. Lirik-liriknya menyuarakan kegelisahan banyak orang zaman sekarang tentang cinta, nasib, dan kesepian sehingga terasa begitu dekat dengan pendengar. Lagu ini mengajarkan bahwa meskipun kita sering merasa kecil di hadapan takdir, suara hati yang memohon perubahan adalah bukti bahwa kita masih percaya pada harapan.

BACA JUGA:Ngopi Jadi Gaya Hidup Modern: Antara Tren Sosial dan Relaksasi

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: