Indonesia Cemas: Pendidikan Mahal, Ekonomi Tertekan, Rakyat Gelisah
Ilustrasi--ISTIMEWA
RADARTVNEWS.COM - Indonesia tengah berada dalam bayang-bayang kecemasan. Aksi belakangan ini menjadi sorotan publik, dipicu oleh kebijakan tunjangan perumahan DPR sebesar Rp50 juta per bulan.
Namun, keresahan masyarakat tidak hanya soal fasilitas pejabat, melainkan juga mencakup isu-isu lain yang langsung dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Aksi belakangan ini mencerminkan akumulasi keresahan masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Demonstran menuntut transparansi anggaran, penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM, serta reformasi politik dan institusi negara.
Di balik sorak dan orasi di jalanan, masyarakat juga menghadapi tantangan nyata dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari biaya hidup yang meningkat hingga akses terhadap pendidikan tinggi yang semakin mahal.BACA JUGA:Mees Hilgers Batal Bela Timnas Indonesia Lawan Taiwan dan Lebanon di FIFA Matchday September 2025, Ini Penyeba
Pendidikan Tinggi: UKT yang Membebani
Di dunia pendidikan, masalah biaya kuliah menjadi sorotan utama. Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri mengalami kenaikan signifikan:
- Universitas Indonesia mematok UKT kedokteran hingga Rp20 juta per semester.
- UGM mencapai Rp24,7 juta.
- Universitas Negeri Surabaya bahkan menembus Rp30 juta per semester.
Tidak hanya di kota besar, di Lampung pun biaya kuliah menjadi perhatian. Universitas Lampung (Unila) menerapkan sistem UKT dengan delapan golongan, mulai dari Rp500.000 hingga Rp9.200.000 per semester, tergantung pada program studi dan kemampuan ekonomi keluarga mahasiswa. Sebagai contoh:
- S1 Ilmu Hukum: Rp500.000 – Rp5.450.000
- S1 Pendidikan Kedokteran: Rp500.000 – Rp17.550.000
- S1 Teknik Sipil: Rp500.000 – Rp9.200.000
- S1 Manajemen: Rp500.000 – Rp5.450.000
BBC Indonesia melaporkan banyak mahasiswa dan orang tua merasa terbebani, bahkan menuding pemerintah serta kampus “saling lempar tanggung jawab” terkait lonjakan UKT.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi jalan mobilitas sosial justru menjadi sumber kecemasan baru.BACA JUGA:Stres Bisa Mempercepat Munculnya Kerutan di Wajah, Begini Penjelasannya
Ekonomi: Pertumbuhan Tak Dinikmati Rakyat
Keresahan di kampus berjalan beriringan dengan tekanan ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,1% pada kuartal II 2025. Namun, data lapangan menunjukkan daya beli masyarakat justru melemah.
Financial Times menuliskan bahwa kelas menengah Indonesia menyusut sekitar 20% dalam beberapa tahun terakhir, membuat konsumsi rumah tangga tertekan.
Sementara itu, lapangan kerja berkualitas masih terbatas. Banyak generasi muda kesulitan mendapatkan pekerjaan sesuai kompetensi. Di media sosial, muncul tren #KaburAjaDulu yang mencerminkan pesimisme anak muda terhadap masa depan di dalam negeri.
Runtuhnya Kepercayaan Publik
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
