BANNER HEADER DISWAY HD

BBM di Brunei Darussalam Lebih Murah dari Segelas Es Teh, Kontras dengan Indonesia yang Harga BBM Naik-Turun

BBM di Brunei Darussalam Lebih Murah dari Segelas Es Teh, Kontras dengan Indonesia yang Harga BBM Naik-Turun

Ilustrasi--ISTIMEWA

RADARTVNEWS - Brunei Darussalam kembali menjadi sorotan dunia karena harga bahan bakar minyak (BBM) di negara tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan harga minuman ringan sehari-hari.

Fakta mengejutkan ini menunjukkan bagaimana negara kecil dengan penduduk sekitar 450 ribu jiwa itu mampu mengelola kekayaan sumber daya alamnya, terutama minyak dan gas, untuk kepentingan rakyat secara langsung.

BACA JUGA:Update Lengkap: Harga BBM Pertamina di Lampung per 1 Agustus 2025, Harga Naik Atau Turun?

Di Brunei, harga BBM jenis RON 85 hanya dibanderol 31 sen Brunei atau sekitar Rp3.500 per liter, sementara RON 97 dihargai 53 sen Brunei atau sekitar Rp5.500 per liter. Bandingkan dengan harga segelas es teh di sana yang mencapai B$1 atau sekitar Rp10.500.

Artinya, satu liter bensin masih jauh lebih murah daripada segelas minuman es teh atau bahkan air mineral di restoran. Kondisi ini jelas menjadi sebuah ironi sekaligus bahan perbandingan yang sangat mencolok dengan situasi di Indonesia.

Di tanah air, harga BBM kerap menjadi isu panas. Setiap tahun, bahkan dalam beberapa bulan sekali, masyarakat dibuat resah dengan pengumuman kenaikan harga BBM, khususnya jenis nonsubsidi seperti Pertamax yang kini berkisar Rp13.300–Rp14.000 per liter.

Alasan yang selalu dikemukakan pemerintah adalah penyesuaian terhadap harga minyak dunia, nilai tukar rupiah, serta beban subsidi yang dianggap semakin berat. Namun, di balik itu, publik juga sering mendengar kabar miring mengenai praktik korupsi, mafia migas, hingga penyalahgunaan distribusi BBM yang semakin menambah beban kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan energi nasional.

Kesenjangan harga antara Brunei dan Indonesia bukan hanya soal angka, tetapi juga mencerminkan bagaimana kedua negara mengelola sumber daya alamnya. Brunei dengan cadangan minyak dan gas yang besar serta populasi yang relatif kecil, mampu memberikan harga energi yang sangat terjangkau bagi rakyatnya. Bahkan, harga yang murah tersebut sudah berlangsung stabil selama bertahun-tahun.

Sebaliknya, Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa dan status sebagai salah satu negara produsen minyak, justru mengalami kesulitan menjaga kestabilan harga BBM.

Bagi masyarakat, kenaikan harga BBM di Indonesia selalu berimbas langsung pada meningkatnya biaya transportasi, logistik, hingga harga bahan pokok. Dampaknya meluas ke hampir semua sektor kehidupan. Sedangkan di Brunei, murahnya harga BBM justru menjadi salah satu faktor yang mendukung stabilitas ekonomi dan kualitas hidup masyarakatnya.

Perbandingan ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar: mengapa Indonesia yang juga kaya sumber daya alam tidak bisa memberikan harga BBM yang lebih terjangkau dan stabil bagi rakyatnya? Apakah masalah terletak pada kebijakan, tata kelola, atau adanya pihak-pihak yang justru mengambil keuntungan dari sektor strategis ini?

Apapun jawabannya, jelas terlihat bahwa Indonesia perlu melakukan reformasi besar-besaran dalam tata kelola energi. Transparansi, pemberantasan korupsi di sektor migas, serta kebijakan yang berpihak kepada rakyat menjadi kunci agar BBM benar-benar bisa menjadi sarana untuk meningkatkan kesejahteraan, bukan beban yang terus-menerus membelit.

 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: