Lima Mahasiswa Ajukan Gugatan UU MD3 ke MK, Tuntut Rakyat Bisa Pecat Anggota DPR Secara Langsung

Kamis 20-11-2025,17:11 WIB
Reporter : MG-Ratu Adzkia Nabila Bernatta
Editor : Jefri Ardi

RADARTVNEWS.COM – Lima mahasiswa mengajukan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menyoroti ketentuan pemberhentian anggota DPR yang didominasi partai politik dan tidak memberi ruang bagi konstituen. Gugatan diajukan pada 24 Oktober 2025, dengan fokus pada Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 yang mengatur syarat pemberhentian antarwaktu anggota DPR.

Para pemohon menilai ketentuan saat ini membatasi hak rakyat untuk memberhentikan wakilnya secara langsung melalui mekanisme recall. Dominasi partai politik dalam pemberhentian anggota DPR membuat akuntabilitas wakil rakyat melemah karena konstituen tidak lagi memiliki pengaruh setelah pemilu. Permohonan ini diajukan untuk mendorong mekanisme demokrasi yang lebih partisipatif.

Mahasiswa pemohon terdiri dari Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna. Ikhsan menegaskan bahwa gugatan ini bukan bermaksud menyerang DPR atau partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk memperbaiki sistem. Mereka menekankan bahwa kursi DPR seharusnya merepresentasikan rakyat di daerah pemilihan, bukan sepenuhnya milik partai.

Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK menafsirkan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 menjadi “diusulkan oleh partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.” Mereka menilai mekanisme pemberhentian oleh rakyat sangat penting untuk memastikan wakilnya tetap bertanggung jawab setelah terpilih.

Para pemohon menyoroti praktik yang kerap terjadi, di mana partai politik memberhentikan anggota DPR tanpa alasan jelas. Sebaliknya, anggota DPR yang kehilangan legitimasi di mata rakyat tetap dipertahankan. Kondisi ini merugikan konstituen karena hak mereka untuk memastikan wakilnya menjalankan janji kampanye dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat tidak terpenuhi.

Selain itu, mahasiswa menilai ketentuan UU MD3 menempatkan peran rakyat dalam pemilu hanya sebatas prosedural formal. Suara pemilih menentukan siapa terpilih, tetapi tidak memiliki mekanisme untuk memberhentikan anggota DPR yang gagal menjalankan tugasnya. Hal ini melemahkan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

BACA JUGA:KPK Serahkan Rp 883 Miliar Hasil Rampasan Kasus Taspen, Korupsi Dana Pensiun Disebut Paling Menyakitkan

Para pemohon mengaitkan gugatan ini dengan hak konstitusional mereka sebagai warga negara, termasuk hak untuk berpartisipasi aktif dalam pemerintahan, memperoleh perlakuan yang sama di hadapan hukum, dan mendapatkan kepastian hukum yang adil. Mereka menilai pasal yang diuji menimbulkan kerugian hak konstitusional yang bersifat spesifik, aktual, atau minimal potensial.

Dalam sidang perbaikan permohonan pada 17 November 2025, para mahasiswa menambahkan argumentasi terkait mekanisme pemberhentian melalui Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Mereka juga membandingkan praktik recall di berbagai negara serta menyertakan simulasi penerapan recall di Indonesia untuk menunjukkan kemungkinan implementasinya.

Permohonan ini awalnya diajukan oleh empat mahasiswa, kemudian bertambah menjadi lima untuk memperkuat legal standing. Objek pengujian juga diperbarui dari Pasal 239 ayat (1) huruf c menjadi Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3. Perubahan ini juga menyesuaikan petitum agar mekanisme recall oleh konstituen menjadi bagian dari penafsiran pasal.

Para pemohon menegaskan bahwa berlakunya ketentuan dalam pasal yang diuji telah mengabaikan prinsip kedaulatan rakyat. Hak konstitusional untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan memastikan wakil rakyat menepati janji kampanye tidak dapat dijalankan karena konstituen tidak memiliki akses recall.

Mahasiswa juga mencontohkan beberapa kasus nyata, termasuk pemberhentian sementara atau nonaktifnya anggota DPR dari Nasdem, PAN, dan Golkar akibat desakan masyarakat. Praktik tersebut, menurut mereka, tidak sesuai prosedur UU MD3 dan menimbulkan kebingungan di masyarakat. Kasus ini menunjukkan pentingnya mekanisme recall yang sah secara hukum dan melibatkan konstituen

Permohonan diperiksa oleh Majelis Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo, didampingi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah. Suhartoyo menyatakan permohonan ini akan dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim pleno untuk menentukan apakah dapat diputus tanpa pemeriksaan lebih lanjut atau memerlukan sidang pembuktian tambahan.

BACA JUGA:Naik 30 % Lebih, Driver Harus Bayar Rp254 Ribu Dari Tol Bakauheni Selatan Tujuan Tol Terbanggi Besar

Perkara ini terdaftar dengan nomor 199/PUU-XXIII/2025. Sidang pemeriksaan pendahuluan pertama digelar pada 4 November 2025, sementara pemeriksaan pendahuluan kedua berlangsung pada 17 November dengan agenda perbaikan permohonan dan penambahan pemohon.

Kategori :