MK Wajibkan DPR Hadirkan 30 Persen Ketersediaan Perempuan di Setiap AKD
-Dok. Mahkamah Konstitusi RI-
RADARTVNEWS.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menata ulang komposisi alat kelengkapan dewan (AKD) agar keterwakilan perempuan lebih seimbang. Putusan ini tercantum dalam perkara Nomor 169/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan pada Kamis, 30 Oktober 2025, di Jakarta.
MK menilai kesetaraan gender tidak boleh berhenti pada tahap pencalonan legislatif, tetapi juga harus diwujudkan dalam struktur kekuasaan DPR. Selama ini, belum ada aturan yang memastikan kehadiran perempuan dalam pimpinan AKD, sehingga partisipasi politik perempuan masih terbatas.
“Prinsip keadilan gender harus tercermin dalam seluruh proses politik, termasuk pembentukan alat kelengkapan dewan,” tegas Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan putusan.
Putusan tersebut mengabulkan permohonan Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, Perludem, Kalyanamitra, serta pakar hukum pemilu Titi Anggraini. MK menilai permohonan mereka beralasan hukum dan sejalan dengan prinsip konstitusi tentang kesetaraan politik.
Dengan keputusan ini, DPR diwajibkan menyesuaikan komposisi AKD agar mencerminkan keseimbangan antara laki-laki dan perempuan. “Apabila satu fraksi memiliki lebih dari satu perwakilan di suatu AKD, maka minimal 30 persen di antaranya adalah perempuan,” ujar Saldi.
Ia menambahkan, keterwakilan perempuan di DPR selama ini cenderung terkonsentrasi di bidang sosial, perlindungan anak, dan pemberdayaan perempuan. Sementara itu, jumlah perempuan di komisi yang membidangi ekonomi, hukum, energi, dan pertahanan masih minim.
BACA JUGA:Meski Pendapatan Naik, Blibli Tetap Catat Kerugian Naik Rp1,85 Triliun
Mahkamah menilai kehadiran perempuan secara merata di setiap AKD akan memperkuat perspektif keadilan gender dalam proses legislasi dan pengawasan. AKD tersebut meliputi Badan Musyawarah (Bamus), komisi, Badan Legislasi (Baleg), Badan Anggaran (Banggar), Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP), Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), serta panitia khusus (pansus).
Ketua MK Suhartoyo menyatakan Mahkamah mengabulkan seluruh permohonan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU MD3. Mahkamah menilai kehadiran perempuan secara berimbang di setiap AKD penting untuk memperjuangkan hak dan kepentingan perempuan secara kolektif.
Saldi menjelaskan, kebijakan ini merupakan kelanjutan dari penerapan kuota perempuan dalam kepengurusan partai politik dan daftar calon legislatif. Menurutnya, keseimbangan jumlah perempuan harus hadir juga dalam struktur parlemen agar kebijakan yang dihasilkan lebih inklusif dan adil.
Untuk memastikan hal itu, MK mengusulkan dua langkah konkret. Pertama, setiap fraksi harus menerapkan aturan internal yang menjamin keterlibatan perempuan di seluruh AKD. Kedua, perlu rotasi dan distribusi yang adil agar perempuan tidak hanya ditempatkan di bidang sosial, tetapi juga di bidang ekonomi dan hukum.
Bamus DPR juga diminta berperan aktif mengevaluasi komposisi AKD secara berkala. Jika ditemukan ketimpangan gender antarfraksi, Bamus harus memberikan rekomendasi penyesuaian agar keterwakilan perempuan tetap proporsional.
MK memberikan tafsir baru terhadap sejumlah pasal dalam UU MD3 dengan menambahkan frasa “memuat keterwakilan perempuan berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota perempuan pada tiap fraksi.” Mahkamah juga menyatakan ketiadaan kuota minimal 30 persen perempuan di kursi pimpinan AKD bertentangan dengan konstitusi.
BACA JUGA:DPR Desak Pemerintah Jelaskan Siapa Talangi Kerugian Proyek “Whoosh”
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
