Ahmad Dhani Usul UU Anti-Flexing, Respons Legislator Beragam
-Disway-
RADARTVNEWS.COM - Anggota Komisi X DPR RI, Ahmad Dhani, mengusulkan pembentukan Undang-Undang (UU) Anti-Flexing usai mengikuti pertemuan internal dengan Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Presiden RI, Prabowo Subianto, di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (8/9/2025) malam. Dalam pertemuan tersebut, Prabowo mengingatkan seluruh anggota DPR Fraksi Gerindra untuk menjaga ucapan, tingkah laku, dan gaya hidup agar tidak berlebihan serta tetap menjadi representasi yang baik bagi masyarakat.
Sekretaris Jenderal Gerindra, Sugiono, menjelaskan arahan Prabowo dalam pertemuan itu. Menurutnya, Prabowo meminta kader partai agar tidak sombong, menjaga tutur kata, dan menghindari flexing. “Pertama, anggota Fraksi Partai Gerindra harus mawas diri, menjaga ucapan, dan menjaga tingkah laku. Menjaga gaya hidup agar tidak berlebihan, tidak menyakiti masyarakat, dan bisa menjadi representasi yang baik,” ujar Sugiono seusai pertemuan.
Menanggapi arahan Prabowo, Ahmad Dhani menyatakan bahwa ia langsung mengusulkan pembahasan UU Anti-Flexing kepada Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Dhani menilai aturan ini penting untuk mencegah flexing di kalangan masyarakat. “Prabowo menyarankan agar anggota DPR Gerindra tidak flexing. Saya setuju dan mengusulkan agar ada undang-undang anti-flexing seperti di China, dan Bang Dasco juga setuju. Mudah-mudahan Komisi I DPR nantinya akan menggulirkan undang-undang anti-flexing sehingga orang Indonesia tidak ada yang flexing lagi,” kata Dhani.
BACA JUGA:Keponakan Presiden Prabowo, Rahayu Saraswati Sampaikan Permohonan Maaf dan Mundur dari DPR RI
Usulan Ahmad Dhani memicu beragam respons dari legislator lain. Sekjen Partai Demokrat, Herman Khaeron, menilai perlu atau tidaknya UU Anti-Flexing harus dilihat dari kebutuhan masyarakat. Herman mencontohkan praktik di beberapa negara Eropa, di mana anggota DPR banyak menggunakan fasilitas publik dan tidak terlalu memamerkan gaya hidup. Meski begitu, Herman setuju jika anggota DPR diminta untuk tidak flexing, namun pembentukan UU harus disesuaikan dengan kebutuhan nyata.
Herman menekankan bahwa anggota DPR harus sensitif terhadap masyarakat. “Saya setuju anggota DPR tidak flexing. Tapi soal UU, itu harus dikaji sesuai kebutuhan masyarakat. Kita harus sensitif terhadap kondisi masyarakat dan merendah saat terjun ke masyarakat. Itu penting agar kita tetap dekat dengan rakyat,” ujar Herman di kompleks parlemen, Senayan, Rabu (10/9/2025).
Sementara itu, Sekjen sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Sarmuji, menilai flexing tidak perlu diatur melalui UU. Menurutnya, hal sederhana seperti ini cukup dikawal melalui code of conduct di tiap partai dan pengawasan pimpinan fraksi. “Masa urusan flexing diatur undang-undang? Cukup diatur dan dikawal oleh pimpinan fraksi masing-masing. Rapat-rapat seperti ini juga efektif karena anggota takut pada pimpinan fraksinya,” tutur Sarmuji di kompleks parlemen, Selasa (9/9/2025).
Dengan beragam tanggapan dari legislator, wacana UU Anti-Flexing masih menjadi perdebatan. Beberapa pihak menilai penting sebagai aturan resmi, sementara yang lain menilai hal tersebut cukup dikawal melalui mekanisme internal partai. Perdebatan terkait wacana UU Anti-Flexing kini meluas, dari parlemen hingga menjadi topik hangat warganet di media sosial.
BACA JUGA:Take Home Pay Anggota DPR Jadi Rp65,5 Juta Setelah Pemangkasan Tunjangan
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
