BANNER HEADER DISWAY HD

Keadilan dalam Olahraga Nasional: Menyikapi Kesenjangan Anggaran dan Perhatian Pemerintah

Keadilan dalam Olahraga Nasional: Menyikapi Kesenjangan Anggaran dan Perhatian Pemerintah

--Konteks.co.id

RADARTVNEWS.COMKesenjangan anggaran dan perhatian dalam dunia olahraga Indonesia menjadi sorotan serius yang mengemuka dalam beberapa waktu terakhir. Pemangkasan anggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada tahun 2025 mencapai lebih dari 55 persen, dari Rp 2,33 triliun menjadi hanya sekitar Rp 1,03 triliun. 

Dampak pemangkasan ini sangat signifikan, terutama untuk program pembinaan atlet dan pelatnas cabang-cabang olahraga non-prioritas.

Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga bahkan mengalami pemotongan anggaran hingga 71 persen, dari Rp 1,63 triliun menjadi Rp 473,5 miliar.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan atlet dan pengamat olahraga. Mantan atlet wushu nasional Lindswell Kwok menilai ketimpangan anggaran sangat mencolok, di mana cabang olahraga populer seperti sepak bola mendapat alokasi hampir Rp 200 miliar, sementara cabang lain yang juga berprestasi hanya mendapatkan antara Rp 10 hingga 30 miliar. 

Lindswell mengkritik perlakuan yang tidak adil terhadap atlet cabang lain, terutama ketika atlet muda wushu dipulangkan secara mendadak dengan alasan efisiensi anggaran, padahal mereka telah berkorban besar untuk pelatnas. Ia menegaskan bahwa kritiknya bukan karena iri, melainkan karena ingin keadilan bagi seluruh atlet.

Senada, atlet kickboxing nasional Andi Jerni juga pernah mengungkapkan kekecewaannya atas kebijakan pemerintah yang hanya memprioritaskan 13 cabang olahraga, sementara cabang lain yang berprestasi di ajang internasional seperti SEA Games tidak mendapatkan dukungan memadai. 

Andi bahkan menyebut kondisi kepengurusan olahraga nasional saat ini “kacau” dan berharap aspirasi atlet dari cabang non-unggulan dapat didengar oleh pengambil kebijakan.

Ia juga pernah menyampaikan langsung kekhawatirannya kepada Menpora Dito Ariotedjo terkait pemangkasan anggaran yang berdampak pada persiapan atletnya untuk World Games.

Pemangkasan anggaran ini menjadi tantangan besar bagi pembinaan olahraga nasional, terlebih Indonesia masih berupaya meningkatkan prestasi di berbagai ajang internasional seperti SEA Games 2025, Asian Games 2026, dan Olimpiade 2028. 

Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo menjelaskan bahwa efisiensi anggaran memaksa pemerintah memprioritaskan cabang olahraga yang berpotensi meraih medali di ajang-ajang tersebut, namun berjanji pelatnas cabang olahraga lain akan kembali dilanjutkan setelah Asian Youth Games 2025 selesai.

Di tengah kondisi efisiensi anggaran yang ketat, perhatian besar pemerintah terhadap timnas sepak bola menjadi sorotan publik. Presiden Prabowo Subianto memberikan hadiah jam tangan mewah Rolex kepada seluruh pemain dan ofisial timnas usai kemenangan penting di kualifikasi Piala Dunia 2026. 

Hadiah yang berasal dari dana pribadi Presiden ini menjadi simbol apresiasi tinggi terhadap sepak bola, namun sekaligus menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan prioritas pembinaan olahraga nasional, terutama bagi cabang lain yang harus menghadapi pemangkasan anggaran dan pemulangan atlet.

Kesenjangan ini bukan hanya soal angka anggaran, tetapi juga mencerminkan perbedaan perhatian, fasilitas, dan penghargaan yang diterima oleh atlet dari cabang olahraga berbeda. 

Dalam konteks anggaran yang sangat terbatas, Kemenpora hanya mengelola sekitar 0,06 persen dari APBN, pemerintah harus membuat pilihan sulit, namun hal ini menuntut transparansi dan keadilan agar tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan dan demotivasi di kalangan atlet.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait