50 Persen Paham Radikal Terpapar dari Media Digital, Gen Z dan Perempuan Paling Rentan

50 Persen Paham Radikal Terpapar dari Media Digital, Gen Z dan Perempuan Paling Rentan

Workshop peran pers dalam pencegahan paham radikalisme dan terorisme untuk mewujudkan Indonesia harmoni.--

RADARTV - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan, 50 persen paham radikal di Indonesia terpapar dari media digital atau internet.

Dalam hal ini Gen Z dan perempuan sangat rentan terpapar paham radikalisme.

Kasi Pengawasan Barang BNPT  Faizal Yan Aulia menjelaskan, saat ini diperlukan Sinergitas Dewan Pers dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme terhadap upaya mencegah dan melindungi bangsa dari ancaman radikalisme terorisme.

Berdasarkan data BNPT, potensi generasi Z terpapar radikalisme mencapai 12,7 persen dan generasi millenial 12,4 persen.

Teroris yang berhasil ditangkap  memiliki di rentang usia 20-30 tahun generasi yang dianggap labil yang mudah jadi target radikal dan terorisme. Selain itu kaum perempuan juga paling banyak terpapar paham radikalisme.

BACA JUGA:Besok, DKPP Periksa Komisioner KPU RI Dalam Empat Perkara Terkait Pendaftaran Bacawapres 02

"Saat ini Gen Z akrab media sosial, sehingga para pelaku teroris mengubahnya pola rekrutmen sesuai kebiasaan Gen Z. Saat ini telah terjadi perubahan di dalam penyebaran paham radikalisme, Dimana dahulu penyeberangan paham radikalisme dilakukan secara sembunyi namun saat ini sudah dilakukan secara terbuka," ungkap Faizal dalam workshop bersama media di Bandar Lampung (21/12).

Faizal menambahakan, ada beberapa perubahan, pertama dulu ketika zaman 1990-an ke bawah itu perekrutan (teroris) dengan offline namun saat ini online. Orang yang terlibat dengan jaringan mendekati 20-50 perseb terpengaruhi oleh online.

"Hal itu membuat masyarakat saat ini mudah terpapar radikalisme karena digitalisasi yang semakin masif.  Ini perubahan bagaimana online menjadi instrumen menyebarkan paham radikalisme," imbuhnya.

Faizal menyebut mereka yang belajar paham radikalisme dan terorisme secara sendiri dapat disebut  "lone wolf" atau serigala sendirian.

BACA JUGA:Presiden Jokowi Setuju Tambah Kuota Pupuk Subsidi di Lampung, Tebus Cukup Pakai KTP

Yang artinya, mereka belajar paham terorisme dan radikalisme secara sendiri lalu menyimpulkan secara sendiri dan bergerak dalam tindakan teror pun sendiri.

"Oleh karena itu media saat ini menjadi partner pemerintah dalam menanggulangi penyebaran paham radikalisme lantaran media dapat membentuk opini publik. Maka penanggulangan  terorisme itu kebijakan itu harus sesuai zaman," pungkasnya.(*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: