Meski demikian, tidak sedikit pengamat yang menilai bahwa pemberian voucher pernikahan saja belum cukup untuk mengatasi masalah utama.
Banyak pihak menilai pemerintah juga perlu memberikan dukungan yang lebih komprehensif, seperti subsidi perumahan, keringanan biaya pendidikan anak, serta kebijakan kerja yang ramah keluarga. Tanpa itu semua, insentif pernikahan dikhawatirkan hanya akan berdampak sementara.
Di kalangan masyarakat, kebijakan ini menuai respons beragam. Ada yang menyambut positif sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap generasi muda, namun ada pula yang menilai bahwa solusi utama tetap terletak pada perbaikan kesejahteraan ekonomi secara menyeluruh.
Langkah yang diambil China ini sekaligus mencerminkan persoalan global yang juga dihadapi banyak negara, termasuk Jepang, Rusia, hingga sejumlah negara Asia lainnya, di mana angka pernikahan dan kelahiran terus mengalami penurunan.
China kini menjadi salah satu contoh bagaimana pemerintah mulai turun tangan secara langsung untuk membalikkan tren tersebut melalui kebijakan insentif finansial.
BACA JUGA:Riset 85 Tahun Harvard Ungkap Rahasia Hidup Panjang dan Bahagia: Kekuatan Hubungan Sosial