RADARTVNEWS.COM - Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dijadwalkan memasuki sidang paripurna DPR hari ini, Senin (18/11). Langkah ini menyusul persetujuan Komisi III DPR pada 13 November 2025 bahwa naskah RUU KUHAP “rampung” dan layak dibawa ke pengambilan keputusan tingkat II.
Jika disahkan, RUU KUHAP akan menggantikan KUHAP yang saat ini berlaku sejak 1981, sekaligus menyelaraskan proses peradilan pidana dengan KUHP baru yang mulai diterapkan Januari 2026.
Potensi Perubahan Bila Disahkan
Sejumlah perubahan penting yang diusulkan dalam RUU KUHAP antara lain penguatan hak tersangka dan terdakwa, misalnya akses lebih cepat ke penasihat hukum, serta penambahan mekanisme keadilan restoratif. Kebijakan ini diharapkan memperbaiki proses penyidikan, penahanan, dan persidangan agar lebih manusiawi dan menghormati hak asasi.
Namun, terdapat catatan keras dari masyarakat sipil. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai ada sembilan isu krusial yang belum tuntas dalam draf RUU, seperti pengawasan terhadap alat paksa penyidik dan transparansi proses sidang digital. Mereka khawatir beberapa ketentuan bisa melemahkan mekanisme kontrol terhadap penegak hukum.
Respons dari Aktivis HAM dan Publik
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberi apresiasi atas keterbukaan DPR dalam pembahasan RUU KUHAP. Mereka menilai revisi ini berpotensi memperkuat sistem peradilan pidana yang lebih sesuai dengan prinsip negara hukum dan perlindungan HAM.
Di sisi lain, netizen di media sosial ramai menolak RUU KUHAP dengan tagar seperti #TolakRUUKUHAP dan #SemuaBisaKena. Kritikus menyebut RUU ini memberi kewenangan terlalu besar kepada aparat penegak hukum, seperti penangkapan, penggeledahan, dan penyadapan tanpa pengawasan ketat dari pengadilan.
BACA JUGA:Perbedaan KUHP Lama dan KUHP Baru Menurut Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Topo Sutopo
BACA JUGA:DPR Mulai Uji Kelayakan Tujuh Calon Anggota Komisi Yudisial 2025–2030
Peran DPR dan Pemerintah
Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, sebelumnya menyatakan bahwa rapat pimpinan DPR telah menyetujui sidang paripurna pada hari ini sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan tingkat II. Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menegaskan bahwa RUU KUHAP dibahas dengan target selesai dalam dua masa sidang.
Sementara itu, dari sisi eksekutif, pemerintah juga menyatakan komitmen menjaga agar revisi KUHAP tidak ditolak Mahkamah Konstitusi, dengan memastikan adanya keseimbangan antara kewenangan penegak hukum dan perlindungan hak warga negara.
Tantangan dan Risiko
Jika disahkan tanpa revisi tambahan, sejumlah elemen kritis menyoroti risiko potensi penyalahgunaan wewenang aparat. Hal ini bisa berimplikasi pada kriminalisasi yang lebih rawan atau minimnya pertanggungjawaban penegak hukum. Dari sisi legislator, keputusan cepat dalam paripurna juga bisa menjadi momen kontroversial bila draf dianggap belum cukup matang.