Isu Matahari Kembar di Kabinet Prabowo: Apa dan Mengapa Jadi Sorotan?

--
RADARTVNEWS.COM - Istilah "matahari kembar" dalam dunia politik menggambarkan keadaan di mana terdapat dua tokoh dominan yang sama-sama memiliki pengaruh besar dalam satu kekuasaan, padahal idealnya hanya ada satu pemimpin utama.
Dalam konteks Indonesia, sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem presidensial, di mana presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan memegang kekuasaan eksekutif yang paling tinggi. Sistem ini mengharuskan adanya satu pemimpin yang memiliki otoritas tunggal dalam pengambilan keputusan politik.
Dengan demikian, ketika ada tokoh di luar presiden juga memiliki pengaruh besar, hal ini dapat menciptakan kebingungan dalam struktur kepemimpinan dan berpotensi mengaburkan otoritas presiden yang sedang menjabat.
Fenomena "matahari kembar" kembali menjadi perhatian setelah beberapa menteri dalam Kabinet Presiden Prabowo Subianto melakukan kunjungan ke rumah mantan Presiden Joko Widodo di Solo saat Lebaran 2025.
Kunjungan itu menimbulkan spekulasi bahwa para menteri tersebut masih menganggap Jokowi sebagai "pemimpin mereka", meskipun saat ini mereka berada di bawah kepemimpinan Prabowo. Pengamat politik menilai bahwa fenomena ini sudah lebih dari sekadar rumor, mengingat ada menteri yang dengan terbuka mengaku memiliki dua "bos", yang semakin memperkuat dugaan adanya "matahari kembar" dalam pemerintahan saat ini.
Lebih jauh lagi, istilah ini pernah juga digunakan untuk menggambarkan dinamika dalam partai politik, seperti potensi koalisi antara PDIP dan Demokrat, di mana dua sosok sentral seperti Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono dinilai bisa menciptakan situasi "matahari kembar" dalam koalisi tersebut.
Mantan Presiden SBY sendiri menegaskan bahwa dalam tata surya hanya ada satu matahari, dan dalam politik atau pemerintahan seharusnya hanya ada satu pemimpin utama, karena jika ada lebih dari satu, situasinya bisa menjadi kacau dan penuh konflik.
Fenomena "matahari kembar" sering dipandang sebagai hal negatif karena dapat menyebabkan kebingungan, mengaburkan otoritas, dan berpotensi mengganggu stabilitas politik, baik dalam pemerintahan maupun dalam partai politik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: