Hukum Memberi, Menjadi Perantara dan Menerima Uang Dari Capres, Caleg, Parpol : Fix Tempatnya di Neraka

Hukum Memberi, Menjadi Perantara dan Menerima Uang Dari Capres, Caleg, Parpol : Fix Tempatnya di Neraka

MASUK NERAKA : Baik pemberi, perantara, dan penerima risywah, suap dan sogokan dari capres, caleg dan parpol.-tangkap layar-

Hukum Suap Dalam Pandangan Syariat Islam 

Ada beragam ungkapan baik disampaikan oleh tokoh atau calon wakil presiden. Jika diberi uang atau suap maka ambil uangnya, coblos yang lainnya. Ini jelas tidak boleh, karena sesuai syariat Islam apapun bentuk suap atau risywah adalah haram, ganjaranya berat yakni neraka.

Ustaz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. menyatakan segala pemberian dari parpol, capres, cawapres, caleg dan tim sukses dilarang untuk diterima oleh warga, pemilih, dan konstituen.

”Intinya anda diberi kaos, diberi beras atau segala macam jangan diterima,” kata Ustaz Erwandi.

Salah satu ulama ahli fikih muamalah kontemporer di Indonesia ini menyatakan ada fatwa salah satu capres yang membolehkan pemberian barang itu salah. 

”Terima (uang suap) pilih sesuai dengan hatimu. Tidak. Dalam Islam bukan begitu,” kata Ustaz. 

Jikalau anda menerima suap atau risywah, maka anda penerima risywah (suap). Kemudian si calon tadi, baik capres, cawapres, dan caleg masuk kategori pemberi risywah. Lantas orang – orangnya, tim suksesnya, parpolnya adalah penengah atau perantara risywah. 

”Dan Nabi Muhammad Shalallah alaihi wassalam dalam Hadist Riwayat Hakim mengatakan Ar raasyii wal murtasyii war raa isy bainahuma finnar. Pemberi risywah (caleg, capres, cawapres yang memberikan risywah kemudian wal murtasyii atau rakyat, konstituen, pemilih yang menerima sogokan yang tadi. War raa isy : partai dan tim suksesnya yang menjadi perantara pemberian risywah. Kata Nabi semuanya ngumpl di neraka,” tegasnya.

Disebutkan Ustaz Erwan salah kalau mengatakan, “Terima (risywah) nanti pilih sesuai hati anda,” jelasnya.

Nah bagi para warga, pemilih dan konstituen sudahlah jelas panduan hidup kita dari Kitabullah dan Rosulullah alaihi wassallam. Maka tugas kita adalah membenarkan dan mentaatinya. (*) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: