Emas Cair yang Tak Pernah Membusuk: Keabadian Madu dalam Sejarah
--ISTIMEWA
RADARTVNEWS.COM - Para arkeolog menggali sebuah makam kuno di lembah “Valley of the Kings”, Mesir, makam yang dipenuhi harta karun dan rahasia peradaban kuno, dan menemukan sebuah toples madu yang tersegel.
Rendahnya kandungan air, keasaman alaminya, serta enzim-khusus yang dibawa oleh lebah, menjadikan madu bukan sekadar pemanis, melainkan sebuah bahan pangan yang mampu bertahan sekian ribu tahun tanpa membusuk.
Dalam penelitian yang dirangkum oleh Smithsonian Magazine, ditemukan bahwa faktor-kunci seperti kadar air sangat rendah (sekitar 16–19 %), pH asam (antara 3 sampai 4,5), dan keberadaan enzim glukosa oksidase yang menghasilkan hidrogen peroksida, semuanya berkontribusi menjadikan madu “ruangan mati” bagi bakteri dan jamur.
Penemuan ini bukanlah sekadar mitos. Dalam salah satu artikel disebutkan: “arkheolog telah menemukan pot-pot madu berusia lebih dari 3.000 tahun yang tetap utuh, dan bahkan masih dapat dimakan”.
Meski demikian, ada pula peringatan bahwa bukti ilmiah yang sangat detil mengenai “dimakan” secara formal oleh manusia masih terbatas.
Ketahanan madu tidak datang secara kebetulan: lebah mengumpulkan nektar yang memiliki kadar air tinggi (60–80 %), kemudian melalui proses yang rumit, penguapan air oleh sayap lebah, penambahan enzim glukosa oksidase, hingga pengemasan dalam ruang sarang, menghasilkan madu dengan kadar air sangat rendah.
Akibatnya, mikroorganisme yang biasanya memicu pembusukan tak dapat berkembang. Ditambah lagi, sifat asam madu memperparah kondisi bagi bakteri untuk hidup. Semua ini tercatat dalam pepatah klasik: “Madu tampak menolak waktu.”
Di makam Mesir kuno, madu sering diperlakukan sebagai persiapan untuk kehidupan setelah mati, anak-jajaran hidangan, obat, dan simbol keabadian.
Penempatan madu dalam makam-makam, seperti milik raja muda Tutankhamun (1332-1323 SM) disebutkan oleh beberapa sumber sebagai bagian dari harta penguburan.
Walaupun cerita tentang madu yang “masih bisa dimakan” sangat menggugah, kita perlu menaruh beberapa catatan: pertamanya, istilah “masih bisa dimakan” bukan berarti madu itu identik kondisi dan nutrisi seperti madu baru, rasa, aroma, tekstur pasti berubah.
Kedua, meskipun ditemukan dalam konteks arkeologi, pengujian terhadap madu ribuan tahun ini biasanya bersifat analitis (misalnya analisis gula, kelembapan, keberadaan pollen) dan bukan uji rasa skala besar. Sebagai contoh, pada forum skeptis disebut bahwa klaim tersebut “termasuk luar biasa dan bukti ilmiahnya masih perlu kajian”.
Selain Mesir, penemuan madu kuno juga ditemukan di wilayah lainnya; salah satu artikel mencatat bahwa sisa madu di Georgia diperkirakan berusia hingga 5.500 tahun, membuka spektrum sejarah madu lebih jauh.
Dari kisah madu kuno ini kita dapat mengambil beberapa pelajaran penting: bahwa bahan pangan alami yang diproduksi dan disimpan dengan baik bisa memiliki ketahanan yang luar biasa.
Nilai dari penyimpanan yang tepat dan kondisi yang tertutup rapat tidak dapat diremehkan, seperti halnya madu yang terlindungi hingga ribuan tahun.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
