BANNER HEADER DISWAY HD

Agam Rinjani Ungkap Detil Evakuasi Dramatis Juliana Marins: Bermalam di Jurang, Hadapi Hujan Batu

Agam Rinjani Ungkap Detil Evakuasi Dramatis Juliana Marins: Bermalam di Jurang, Hadapi Hujan Batu

--Tangkapan Layar- Youtube Deddy Corbuzier

RADARTVNEWS.COM - Dalam podcast eksklusif berjudul “AGAM RINJANI EXCLUSIVE! KAMI TIDUR DAN HUJAN BATU MULAI TURUN” yang dipandu oleh Deddy Corbuzier, AGAM RINJANI membeberkan secara mendalam kisah dramatis di balik proses evakuasi jenazah Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang terjatuh ke jurang curam di Gunung Rinjani dengan kedalaman total sekitar 590 meter.

Agam mengungkapkan bahwa Juliana tidak ditemukan di lokasi awal ia terjatuh, melainkan sudah tergelincir lebih dalam ke jurang yang sangat terjal dan berbahaya. Ia diketahui jatuh dua kali, dengan total kedalaman sekitar 590 meter. 

Juliana sempat merespons panggilan tim SAR dari jarak sekitar 400 meter, namun kemudian kembali terjatuh lebih dalam dan ditemukan dalam keadaan meninggal dunia akibat benturan keras yang menyebabkan patah tulang di bagian tangan, kaki, dan pinggul.

Pada saat kejadian, Agam sedang berada di Jakarta dan tidak langsung terjun ke lokasi. Meski begitu, ia tetap memantau dan mengarahkan tim SAR melalui koordinasi intensif dan analisis data 3D. 

Setelah mendapatkan informasi bahwa korban tidak berada di titik awal jatuhnya, Agam memutuskan untuk turun langsung ke Rinjani dan ikut serta dalam proses evakuasi di lapangan.

Evakuasi jenazah berlangsung dalam kondisi ekstrem dan sangat berisiko. Tim harus melakukan rappelling secara bergantian di tebing curam dan licin, bahkan harus mengebor batu untuk memasang jangkar (anchor) demi keselamatan. 

Karena medan yang sulit dan posisi jenazah yang tidak memungkinkan untuk segera diangkat, tim memutuskan bermalam di tebing dalam posisi bergantung, menjaga agar jenazah tidak tergelincir lebih jauh. 

“Kami tidur bergantung di jurang untuk menjaga jenazah,” kata Agam. Situasi makin berbahaya saat hujan batu tiba-tiba turun, membuat evakuasi tidak bisa dilanjutkan demi menghindari risiko jatuhnya korban tambahan.

Salah satu kendala utama adalah keterbatasan tali dan peralatan evakuasi. Untuk operasi seperti ini dibutuhkan tali dengan panjang minimal 1.000 meter. Agam bahkan sempat membeli tali sendiri dan meminta bantuan petugas untuk membawanya ke lokasi, karena kekurangan porter dan tenaga ahli juga menjadi hambatan besar dalam proses evakuasi yang sangat kompleks ini.

Agam menegaskan bahwa tim evakuasi bekerja secara maksimal dan tidak pernah meninggalkan korban dalam kondisi apa pun.

Mereka berkomitmen menjalankan proses penyelamatan dengan penuh tanggung jawab, meskipun menghadapi risiko tinggi dan medan yang sangat berat. Ia menyebut misi ini sebagai evakuasi tersulit yang pernah ia lakukan.

Selain menceritakan proses evakuasi, Agam juga menekankan pentingnya persiapan matang sebelum mendaki, agar tidak menjadi korban berikutnya.

Ia membahas pembentukan Rinjani Squad, tim sukarelawan yang terdiri dari warga lokal, porter, pemandu, dan tenaga medis yang fokus pada misi penyelamatan, pelestarian alam, serta kenyamanan para pendaki Gunung Rinjani.

Menariknya, Agam juga mengisahkan pengalaman spiritualnya, yakni mimpi yang ia alami sebagai pertanda sebelum terjadinya insiden pendaki yang menjadi korban.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: