BANDAR LAMPUNG, RADARTVNEWS.COM - Pada Senin pagi yang cerah di Rumah Dinas Wakil Gubernur Lampung, suasana tampak lebih hangat dari biasanya. Wakil Gubernur Jihan Nurlela menerima jajaran Universitas Terbuka (UT) Lampung dalam sebuah pertemuan yang tak sekadar formalitas, tetapi menjadi ruang untuk membicarakan mimpi besar: membuka pintu pendidikan yang lebih luas bagi masyarakat Lampung.
Dalam pertemuan itu Lampung disebut masih menghadapi tantangan serius dalam akses pendidikan tinggi. Dari puluhan ribu lulusan SMA dan SMK setiap tahun, hanya sekitar 30 persen yang berhasil masuk ke perguruan tinggi negeri. Banyak yang akhirnya bekerja, merantau, atau bahkan berhenti sekolah karena keterbatasan biaya dan waktu.
Di hadapan para pimpinan UT, Jihan menggambarkan realitas tersebut sebagai peluang untuk berinovasi bersama. “Fleksibilitas Universitas Terbuka adalah potensi besar untuk menyiapkan generasi muda Lampung memasuki dunia kerja,” ujarnya.
MoU kerja sama yang pernah ditandatangani pada 2020, menurutnya, perlu ditingkatkan menjadi Perjanjian Kerja Sama (PKS) agar manfaatnya benar-benar terasa di masyarakat.
Salah satu fokus diskusi juga adalah nasib para pekerja migran asal Lampung. Provinsi ini menempati posisi kelima terbesar dalam jumlah pengirim tenaga kerja ke luar negeri. Banyak dari mereka lulusan SMA/SMK yang tidak memiliki kesempatan melanjutkan pendidikan.
BACA JUGA:Gubernur Lampung Sampaikan Pesan Mendikdasmen di Hari Guru Nasional 2025
“Kami ingin mereka tetap punya akses peningkatan kapasitas, meski sedang bekerja di luar negeri,” kata Jihan. Di sinilah model pembelajaran jarak jauh UT dianggap sangat relevan.
Selain itu, Pemprov Lampung juga tengah mengembangkan program vokasi berbasis desa melalui Desaku Maju, terutama di sektor pertanian. Selama ini, pelatihan-pelatihan tersebut baru menghasilkan sertifikat teknis. Kolaborasi dengan UT diharapkan bisa memperluas jalur pendidikan formal bagi warga desa—bukan hanya memberi keterampilan, tetapi juga prospek jenjang akademik yang lebih pasti.
Dari sisi UT sendiri, Direktur UT Lampung Sri Ismulyaty memaparkan realitas yang cukup optimistis. Saat ini, UT memiliki lebih dari 30.000 mahasiswa aktif di Lampung—angka yang menunjukkan bahwa masyarakat mulai melihat pendidikan fleksibel sebagai pilihan yang masuk akal.
Sri menjelaskan keunggulan utama UT: biaya kuliah terjangkau, mulai Rp1.300.000 per semester termasuk modul, serta tanpa seleksi masuk. “Mereka yang terikat pekerjaan, keluarga, atau tinggal jauh dari pusat kota tetap bisa kuliah,” katanya.
UT juga memiliki rekam jejak kolaborasi dengan berbagai kementerian dan lembaga. Bahkan ada program keringanan biaya kuliah untuk pegawai pemerintah yang mengambil studi Ilmu Pemerintahan. Kesempatan-kesempatan seperti ini, menurut Sri, dapat diperluas sampai tingkat kabupaten/kota jika Pemprov dan UT bekerja lebih erat.
Pertemuan itu mungkin hanya berlangsung beberapa jam, tetapi membawa harapan panjang bagi masyarakat Lampung. Pemerintah provinsi melihat pendidikan sebagai fondasi utama pembangunan sumber daya manusia, sementara UT menawarkan model yang mampu menjangkau mereka yang selama ini tertinggal oleh sistem pendidikan konvensional.
Jika kerja sama ini berjalan lebih konkret—mulai dari desa, pekerja migran, hingga sektor-sektor strategis daerah—Lampung berpeluang membuktikan bahwa akses pendidikan yang inklusif bukan hanya wacana, melainkan langkah nyata bagi masa depan generasi muda.