Jadi, bukan hanya hutan, tapi juga masyarakat yang terkena dampaknya. Semua kerusakan ini akan terus terjadi, mengikuti ambisi energi hijau yang dibangga-banggakan Prabowo, yang ingin jadi "Raja Energi Hijau Dunia".
Generasi ke depan, tidak akan lagi mengenal hutan dan bersiap menghadapi krisis iklim yang parah demi ambisi Pemerintah.
Laporan Trend Asia menunjukkan energi dari biomassa yang sedang digadang-gadang oleh Pemerintah Indonesia lewat co-firing di 52 PLTU, justru butuh lahan hingga 2,33 juta hektare—setara 35 kali luas daratan DKI Jakarta—for Hutan Tanaman Energi.
Ironisnya, ada 1 juta hektare hutan yang berpotensi dibabat, demi klaim sebagai "sumber energi listrik bersih".
Deforestasi juga akan memperparah emisi gas rumah kaca, terutama dari hutan, menambah hingga 26,48 juta ton emisi karbon per tahun.
Bukannya mengatasi krisis iklim, memakai biomassa sebagai sumber energi berarti menutup mata pada kenyataan bahwa hutan-hutan ini penting untuk menyerap karbon dan menjaga keseimbangan iklim kita.
Alih-alih menyelesaikan masalah, biomassa justru menjadi bagian dari masalah yang lebih besar.
Jika keadaan ini terus berlanjut, hal-hal yang sudah dipaparkan di atas bisa terjadi di Indonesia: hutan dan lahan akan kehilangan kemampuan menyerap karbon, akibat ambisi para penguasa.
Upaya mencapai net-zero, atau nol emisi bersih, akan semakin sulit tanpa langkah besar untuk melindungi hutan dan menghentikan pembakaran hutan demi energI.