Kenapa Pohon-Pohon Tak Lagi Efektif Serap CO2?

Jumat 25-10-2024,12:17 WIB
Reporter : MG-22-Azhari Farizky Maulana
Editor : Hendarto Setiawan

RADARTVNEWS.COM - Tahun 2023 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat di planet ini, sebuah peringatan keras tentang dampak perubahan iklim.

Naiknya suhu global ekstrem menyebabkan tekanan besar pada ekosistem yang selama ini membantu menyerap karbon dari aktivitas manusia.

Sistem penyerapan karbon alami, seperti hutan dan laut, telah memainkan peran penting dalam menyerap sekitar separuh dari total emisi CO2 global.

Namun, perubahan iklim yang cepat telah merusak keseimbangan ini. Di tahun tersebut, para ilmuwan menemukan bahwa alam hampir tidak mampu lagi menyerap karbon yang dilepaskan dari aktivitas manusia, seperti deforestasi, penggunaan bahan bakar fosil, dan ekspansi pertanian skala besar.

Misalnya, hutan-hutan besar seperti Amazon dan hutan hujan tropis di Asia Tenggara, kini mengalami penurunan tajam dalam kapasitas mereka untuk menyerap karbon akibat kekeringan, kebakaran, dan deforestasi. 

Bahkan, beberapa wilayah hutan kini malah menjadi sumber emisi karbon. Contohnya terjadi di Mentawai, Kalimantan Barat, dan Gorontalo, dimana ambisi Prabowo sebagai "Raja Energi Hijau" memicu deforestasi besar-besaran.

Salah satunya dengan menggunakan biomassa, yang diklaim sebagai solusi hijau, padahal justru memperburuk deforestasi dan memperpanjang ketergantungan pada batubara.

Di Mentawai, pemerintah berencana membangun pembangkit listrik biomassa melalui PT Biomass Andalan Energy (BAE).

Sumber energi dipasok dari kayu. Dengan 90% lahan PT BAE masih hutan primer, dipastikan kayu yang dibakar untuk energi akan berasal dari hutan.

Ini bukan hanya soal karbon, masyarakat adat Mentawai telah hidup dari hutan selama generasi-generasi. Kehilangan hutan berarti kehilangan sumber penghidupan mereka.

Di Kalimantan Barat, ada lebih dari 56 ribu hektar hutan alam yang dialokasikan untuk perkebunan kayu energi biomassa. 

Ini mengancam tidak hanya masyarakat adat Dayak, tapi juga keragaman hayati, termasuk populasi orangutan yang sudah terancam punah.

Parahnya lagi, di Gorontalo, PT Biomassa Jaya Abadi telah mengekspor pelet kayu ke Korea Selatan dan Jepang sejak 2021. 

Pelet kayunya berasal dari deforestasi lebih dari 1.100 hektar hutan alam di sana. Ironis, biomassa yang katanya hijau malah jadi dalang deforestasi.

Operasi biomassa di Gorontalo juga terkait dengan intensitas banjir yang meningkat di daerah itu. Pelet kayu mereka berasal dari daerah yang seharusnya melindungi air dan rentan bencana. 

Kategori :