BANNER HEADER DISWAY HD

Lubang Koronal Raksasa 35 Kali Ukuran Bumi Terdeteksi di Matahari, NASA Keluarkan Peringatan Cuaca Antariksa

Lubang Koronal Raksasa 35 Kali Ukuran Bumi Terdeteksi di Matahari, NASA Keluarkan Peringatan Cuaca Antariksa

--ISTIMEWA

RADARTVNEWS.COM - Sebuah fenomena matahari berskala besar kembali menarik perhatian para ilmuwan ketika instrumen Solar Dynamics Observatory (SDO) milik NASA mendeteksi kemunculan sebuah lubang koronal raksasa di permukaan matahari pada akhir September.

BACA JUGA:531 Sekolah di Bandar Lampung Telah Terima Smartboard untuk Pembelajaran Digital

Lubang koronal tersebut tampak mencolok dalam citra ultraviolet ekstrem, menampilkan area gelap besar menyerupai bentuk kupu-kupu yang diperkirakan memiliki ukuran hingga 35 kali diameter Bumi. Penampakan ini bukan sekadar fenomena visual, tetapi sebuah peristiwa astrofisika yang dapat berdampak langsung pada lingkungan ruang dekat Bumi.

Lubang koronal adalah area pada lapisan luar Matahari, atau korona, yang memiliki medan magnet terbuka. Medan magnet yang terbuka inilah yang memungkinkan partikel bermuatan panas melesat keluar dari Matahari dengan kecepatan sangat tinggi, dalam bentuk angin matahari.

Menurut penjelasan NASA, aliran partikel yang keluar dari lubang koronal semacam ini dapat mencapai kecepatan 600 hingga 800 kilometer per detik, dan dalam kasus tertentu dapat berinteraksi langsung dengan medan magnet Bumi apabila posisi lubang koronal menghadap ke arah planet kita.

Laporan NASA menyebutkan bahwa area lubang koronal kali ini membentang hingga lebih dari 186.000 mil, atau sekitar lebih dari 300.000 kilometer. Skala tersebut menjadikannya salah satu lubang koronal terbesar yang terpantau dalam beberapa tahun terakhir.

Para pengamat cuaca antariksa memperkirakan angin matahari berkecepatan tinggi dari area tersebut akan mencapai Bumi pada akhir pekan setelah kemunculannya dan berpotensi memicu badai geomagnetik dengan tingkat keparahan ringan hingga sedang, atau kategori G1 hingga G2.

NOAA Space Weather Prediction Center (SWPC) memperingatkan bahwa badai geomagnetik semacam ini umumnya tidak berbahaya bagi manusia, namun dapat menimbulkan sejumlah gangguan teknologi.

Di antara efek yang mungkin terjadi adalah gangguan pada sistem komunikasi radio, geolokasi seperti GPS, dan satelit yang berada di orbit rendah. Selain itu, aurora atau cahaya kutub berpotensi menjadi lebih terang dan terlihat lebih jauh dari biasanya di wilayah lintang tinggi seperti Kanada, Alaska, dan Skandinavia.

Fenomena ini terjadi menjelang puncak Siklus Matahari ke-25, yang diperkirakan mencapai maksimum pada tahun 2025. Menurut NASA dan European Space Agency (ESA), periode menjelang solar maximum memang sering ditandai dengan meningkatnya aktivitas magnetik Matahari.

Medan magnet Matahari yang berubah-ubah secara intens membuat lubang koronal lebih sering muncul dan kadang berukuran sangat besar. Walaupun demikian, ilmuwan menegaskan bahwa lubang koronal merupakan peristiwa alami yang muncul secara rutin dan bukan tanda adanya ancaman besar bagi Bumi.

Kemunculan lubang koronal raksasa ini kembali mengingatkan betapa besar pengaruh Matahari terhadap Bumi, bukan hanya dari sisi cahaya dan panas, tetapi juga dari dinamika energi dan partikel yang terus dipancarkannya.

Meski dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari umumnya kecil, keberadaannya menjadi fokus penting bagi para ilmuwan dan operator satelit untuk memantau potensi gangguan teknologi serta memahami lebih dalam interaksi kompleks antara Matahari dan lingkungan ruang angkasa.

BACA JUGA:Gunung Semeru Naik ke Level IV Awas Setelah Erupsi Besar, Warga Diminta Segera Evakuasi

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: