MK Batasi Penguasaan Tanah di IKN, Tidak Bisa Langsung 190 Tahun
-Dok. Humas OIKN-
RADARTVNEWS.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penguasaan tanah di Ibu Kota Nusantara (IKN) tidak bisa didapat 190 tahun secara langsung. Putusan ini merupakan tafsiran terhadap jangka waktu penggunaan hak atas tanah yang tertuang dalam UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN.
MK menafsirkan jangka waktu penguasaan Hak Atas Tanah (HAT), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) di wilayah IKN. Hal ini menyasar ketentuan Pasal 16A UU IKN yang sebelumnya memungkinkan akumulasi hak hingga 190 tahun.
Sebelumnya, HAT diatur paling lama 95 tahun melalui satu siklus pertama dan bisa diperpanjang satu siklus lagi sehingga total 190 tahun. MK memutuskan perubahan ketentuan menjadi paling lama 35 tahun; perpanjangan hak paling lama 25 tahun; dan pembaruan hak paling lama 35 tahun, berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.
Untuk HGB, ketentuan semula jangka waktunya 80 tahun dan dapat diperpanjang satu siklus menjadi 160 tahun. MK mengubahnya menjadi paling lama 30 tahun; perpanjangan hak paling lama 20 tahun; dan pembaruan hak paling lama 30 tahun, tetap melalui evaluasi berjenjang.
HP yang sebelumnya bisa mencapai 160 tahun melalui dua siklus kini diatur paling lama 30 tahun; perpanjangan hak paling lama 20 tahun; dan pembaruan hak paling lama 30 tahun. Semua mekanisme harus mengikuti tahapan evaluasi sesuai kriteria yang ditetapkan hukum.
Penafsiran ini diberikan MK saat mengabulkan sebagian permohonan seorang warga suku Dayak bernama Stepanus Febyan Babaro, yang menguji materi UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 terkait IKN. Ketua MK Suhartoyo menyatakan, “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian.”
BACA JUGA:Basuki Hadimuljono Tegaskan IKN Siap Jadi Ibu Kota Politik Indonesia pada 2028
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menekankan, “Ketentuan ini tidak sejalan atau memperlemah posisi negara dalam menguasai HAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945.” Norma Pasal 16A ayat (1) yang menyebut HAT dapat diakumulasikan hingga 190 tahun dianggap bertentangan dengan prinsip penguasaan negara.
Enny menambahkan bahwa pengaturan HAT sebelumnya dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik investasi di IKN. Ia menegaskan, “Hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah bagaimana dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif dalam berbagai aspek berdasarkan Konstitusi, termasuk di dalamnya adalah mewujudkan kepastian hukum, menegakkan hukum secara berkeadilan, dan memangkas rantai birokrasi yang berbelit, serta ekonomi berbiaya tinggi.”
MK menegaskan bahwa HAT di IKN merupakan bagian dari mekanisme penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun luar negeri. Enny menjelaskan, “Dengan demikian, terdapat tiga tahapan proses, namun bukan sekaligus sebagaimana rumusan frasa melalui satu siklus pertama dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua dalam norma Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023.”
Batas waktu penguasaan HAT tetap maksimal 95 tahun, tetapi diperoleh melalui evaluasi berjenjang. MK menegaskan, “Batasan waktu paling lama 95 tahun dimaksud dapat diperoleh sepanjang memenuhi persyaratan selama memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi.” Mekanisme serupa berlaku untuk HGB dan HP.
MK menilai pemberian HAT superpanjang di IKN berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap investasi di daerah lain, karena tidak semua wilayah di Indonesia memperoleh perlakuan yang sama. Penjelasan Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam pertimbangannya, MK mengacu pada putusan sebelumnya Nomor 21-22/PUU-V/2007 yang menegaskan bahwa pemberian hak atas tanah dengan mekanisme perpanjangan di muka bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Keputusan ini menegaskan kesetaraan perlakuan hukum nasional dan kedaulatan negara atas tanah.
BACA JUGA:Mahasiswa Unpad dan Koalisi Masyarakat Sipil Gelar Aksi ‘Piknik Nasional Rakyat’ di Depan DPR RI
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
