Puluhan Delegasi Kompak Walk Out Saat Netanyahu Berpidato di Sidang Umum PBB
-Youtube/United Nations-
RADARTVNEWS.COM - Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 di New York, Amerika Serikat, Jumat (26/9/2025), diwarnai aksi walk out puluhan delegasi saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu naik ke podium untuk berpidato. Aksi tersebut mencerminkan isolasi politik Israel di tengah tuduhan kejahatan perang dan meningkatnya tekanan internasional untuk menghentikan agresi militer di Gaza.
Puluhan kursi kosong terlihat jelas di ruang sidang utama ketika Netanyahu memulai pidatonya. Para diplomat yang memilih keluar berasal dari negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Liga Arab, dan Gerakan Non-Blok. Aksi protes ini berlangsung terkoordinasi sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina sekaligus penolakan terhadap kebijakan Israel.
Delegasi Indonesia, Pakistan, Malaysia, Kuwait, Iran, hingga Kuba termasuk di antara yang ikut meninggalkan ruangan. Mereka menyatakan kehadiran Netanyahu tidak pantas karena perdana menteri Israel itu sedang menghadapi surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas tuduhan kejahatan kemanusiaan. Protes simbolis ini menjadi puncak ketegangan selama pertemuan tahunan PBB.
Dalam pidatonya, Netanyahu tetap menantang kritik internasional. Ia membela operasi militernya sebagai bentuk perang membela diri, sekaligus menolak solusi dua negara yang selama ini menjadi konsensus mayoritas anggota PBB. Netanyahu bahkan menuding sejumlah negara justru mendukung terorisme karena mendorong terbentuknya negara Palestina.
Meski banyak delegasi keluar, sekutu utama Israel, Amerika Serikat, tetap memilih bertahan di ruangan. Netanyahu juga memanfaatkan pidatonya untuk menyampaikan pesan kepada para sandera yang masih ditahan di Gaza. Ia menegaskan tidak akan berhenti sampai semua sandera dipulangkan. “Serahkan senjata kalian. Bebaskan semua sandera sekarang… Jika anda melakukannya, anda akan hidup. Jika tidak Israel akan memburu anda,” ucapnya.
Data terbaru menunjukkan lebih dari 238 ribu warga Palestina terbunuh, terluka, atau hilang sejak Israel melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza pada Oktober 2023. Berdasarkan laporan intelijen Israel sendiri, lebih dari 80 persen korban meninggal dunia hingga Mei 2025 merupakan warga sipil. Situasi ini memicu kecaman keras dari banyak negara dan organisasi internasional.
BACA JUGA:Pidato Prabowo di PBB: Indonesia Dukung Two-State Solution Palestina–Israel
Ketua Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina, Navi Pillay, pada 16 September lalu menyatakan Netanyahu bersama sejumlah pejabat senior Israel telah mendorong terjadinya genosida di Gaza. Sejumlah negara Eropa bahkan mulai membatasi ekspor perlengkapan militer ke Israel sebagai bentuk tekanan.
Suasana berbeda terlihat saat Netanyahu dipersilakan menyampaikan pidatonya. Begitu namanya dipanggil oleh pimpinan sidang, banyak delegasi langsung berdiri dan meninggalkan ruangan. Sebagian terdengar meneriakkan protes, sementara sebagian lain hanya pergi dengan tergesa. Pimpinan sidang sempat menenangkan suasana dengan berkata, “Tolong bertahan di ruangan, dan tolong duduk.”
Dalam kesempatan itu, Netanyahu mengangkat sebuah peta yang disebutnya menunjukkan “poros teror Iran”. Ia memuji pasukan Israel dan Amerika Serikat yang menurutnya berhasil melumpuhkan kekuatan militer Iran dalam perang 12 hari pada Juni lalu. Netanyahu juga memuji Presiden AS Donald Trump atas tindakannya yang dinilai berani dan tegas.
Netanyahu kemudian menyerukan agar Dewan Keamanan PBB kembali menjatuhkan sanksi ke Iran. Ia menegaskan stok uranium yang diperkaya Iran harus dimusnahkan demi mencegah pembangunan kapasitas nuklir militer. Netanyahu juga menekankan perlunya kewaspadaan dunia agar Iran tidak membangun kembali kekuatan nuklirnya.
Saat berpidato, Netanyahu juga menyinggung Indonesia. Ia merespons pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang sebelumnya menyatakan Indonesia bisa mengakui Israel apabila negara itu lebih dulu mengakui kemerdekaan Palestina. “Dan saya mencatat, seperti yang saya yakin Anda demikian, kata-kata penyemangat yang diucapkan di sini oleh Presiden Indonesia, ini adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di antara semua negara,” kata Netanyahu.
Netanyahu menambahkan bahwa pernyataan Prabowo adalah “pertanda akan apa yang mungkin terjadi”. Pernyataan tersebut membuka ruang spekulasi, meski sikap resmi Indonesia tetap konsisten mendukung kemerdekaan Palestina sebagai syarat utama sebelum adanya pengakuan terhadap Israel.
BACA JUGA:KTT PBB Memanas: Prancis-Saudi Dorong Solusi Dua Negara, AS-Israel Ancam Boikot
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
