Sudah Merasa Disasar, Ilham Pradipta Kacab Bank di Jakarta Tetap Jadi Korban
--Freepik
BANDAR LAMPUNG, RADARTVNEWS.COM- Kasus penculikan dan pembunuhan terhadap Kepala Cabang Bank BUMN, Muhammad Ilham Pradipta, kini memasuki babak baru setelah polisi menetapkan 16 tersangka dengan 15 orang sudah berhasil ditangkap, sementara satu tersangka lain masih buron berstatus DPO.
Polisi menjelaskan para tersangka memiliki peran berbeda dan terbagi dalam empat klaster, mulai dari perencana, pengintai, pelaku penculikan, hingga eksekutor penganiayaan yang berujung pada kematian korban.
Nama-nama tersangka kunci seperti C alias Ken, Dwi Hartono (DH), JP, AAM, serta dua anggota TNI berinisial Serka N dan Kopda FH, kini ditahan dan diperiksa intensif. Keterlibatan oknum TNI ini menambah kerumitan perkara, karena menyinggung integritas aparat keamanan yang seharusnya melindungi warga.
Motif utama yang diungkap penyidik bukanlah pembunuhan, melainkan pemindahan dana dari rekening dormant atau rekening tidak aktif ke rekening penampungan yang sudah disiapkan oleh jaringan pelaku. Posisi Ilham sebagai kepala cabang dianggap penting karena hanya pejabat setingkat dirinya yang dapat menyetujui transaksi tersebut.
BACA JUGA:Empat Tersangka Penculikan Anak Di Bawah Umur Ditangkap Tekab Tubaba
Polisi mengungkap ada rencana awal untuk memaksa korban menyetujui proses itu, lalu membebaskannya. Namun, rencana gagal, dan Ilham justru mengalami kekerasan hingga kehilangan nyawa. Korban sempat diikat, dilakban, dipindahkan dari satu mobil ke mobil lain, dianiaya, hingga akhirnya dibuang di kawasan Serang Baru, Bekasi. Saat ditemukan, kondisi Ilham sudah sangat lemah dan tidak terselamatkan.
Meski korban akhirnya tewas, polisi belum menerapkan pasal pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP). Menurut penyidik, unsur niat membunuh sejak awal belum terpenuhi karena motif awal hanya penculikan. Keputusan ini menimbulkan polemik, sebab keluarga korban melalui kuasa hukumnya menilai tanda-tanda perencanaan sudah jelas.
Ilham disebut sempat merasa disasar jauh hari sebelum kejadian, terlihat dari perubahan rutinitas, kehadiran mobil mencurigakan di sekitar tempat tinggalnya, serta kebiasaan baru yang tidak wajar. Keluarga menilai fakta ini cukup untuk membuktikan adanya niat dan perencanaan pembunuhan, sehingga pasal 340 KUHP harus dikenakan.
Selain soal pasal, kasus ini juga menguak adanya sosok misterius berinisial “S” yang diduga menjadi pembisik informasi mengenai rekening dormant. Informasi inilah yang kemudian memicu jaringan pelaku menyusun rencana besar. Identitas “S” hingga kini belum terungkap, dan publik mendesak agar polisi menelusuri lebih dalam kemungkinan adanya aktor intelektual yang masih beroperasi di luar jeratan hukum.
Di sisi lain, keterlibatan anggota TNI memperlihatkan adanya infiltrasi jaringan kejahatan terorganisir hingga ke institusi resmi negara. Pihak POM TNI AD bersama Polda Metro Jaya saat ini melakukan penyidikan gabungan untuk memastikan proses hukum berjalan transparan dan adil, tanpa intervensi.
Dari perspektif hukum, perdebatan mengenai penerapan pasal berencana atau tidak sangat krusial. Ahli hukum menilai penyidik harus menghadirkan bukti yang tak terbantahkan soal adanya niat sejak awal untuk membunuh, bukan sekadar penculikan.
Namun, tekanan publik dan keluarga dapat menjadi dorongan bagi aparat untuk memperkuat pembuktian agar pasal pembunuhan berencana benar-benar dipertimbangkan. Sebaliknya, jika aparat hanya berhenti pada pasal penculikan dan penganiayaan yang mengakibatkan kematian, maka ancaman hukuman tidak akan seberat hukuman mati sebagaimana diatur Pasal 340 KUHP.
Kasus Ilham Pradipta menjadi peringatan keras bagi dunia perbankan dan aparat keamanan. Di sektor finansial, adanya upaya memanfaatkan rekening dormant menunjukkan celah keamanan yang berbahaya, karena bisa menjadi pintu masuk kejahatan terorganisir.
Perbankan harus memperkuat sistem keamanan internal, terutama pengawasan rekening tidak aktif, serta melindungi pejabat cabang dari ancaman eksternal. Sementara itu, dari sisi aparat, kasus ini memperlihatkan lemahnya deteksi dini terhadap ancaman terhadap warga, bahkan ketika korban sudah merasa disasar.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
