BANNER HEADER DISWAY HD

DJP Revisi Ketentuan Pajak Kripto, Sesuaikan Status Baru sebagai Instrumen Keuangan

DJP Revisi Ketentuan Pajak Kripto, Sesuaikan Status Baru sebagai Instrumen Keuangan

--

RADARTVNEWS.COM — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah menyusun kebijakan perpajakan baru untuk aset kripto. Hal ini seiring dengan perubahan status aset digital tersebut yang kini dikategorikan sebagai instrumen keuangan, bukan lagi sebagai komoditas seperti sebelumnya. 

Perubahan ini terjadi setelah pengawasan atas aset kripto dialihkan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal 2025.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menyampaikan bahwa selama ini kebijakan perpajakan kripto merujuk pada kerangka komoditas. Namun, karena status hukumnya telah berubah menjadi produk keuangan digital, maka sistem perpajakannya juga perlu diperbarui agar relevan. 

“Kami harus menyesuaikan aturan karena statusnya sudah menjadi instrumen keuangan,” ujar Bimo dalam konferensi pers bulan Juli ini.

Saat ini, pengenaan pajak untuk aset kripto masih mengacu pada PMK Nomor 68 Tahun 2022 dan PMK Nomor 81 Tahun 2024. Kedua beleid tersebut menetapkan PPN sebesar 0,11%–0,22% tergantung status pendaftar pedagang aset kripto (PFAK), serta PPh final sebesar 0,1%–0,2% dari nilai transaksi. 

Pengenaan PPN juga berlaku pada biaya tambahan seperti setoran, penarikan dana, dan aktivitas perdagangan dengan efektivitas sebesar 11%.

Namun dalam rancangan kebijakan baru yang sedang dimatangkan, DJP mempertimbangkan untuk menghapus PPN atas transaksi pembelian aset kripto. 

Langkah ini bertujuan mengikuti praktik global yang umumnya membebaskan instrumen keuangan dari PPN, sehingga dapat mencegah terjadinya pajak berganda sekaligus memperkuat daya saing sektor kripto Indonesia di kancah internasional.

Tak hanya PPN, ketentuan teknis mengenai PPh final juga tengah dievaluasi. Pemerintah membuka kemungkinan untuk mengubah dasar pengenaan pajak dengan memperhitungkan karakteristik harga kripto yang sangat fluktuatif, serta penerapan metode pencatatan yang mengacu pada standar akuntansi aset digital terbaru. 

Sistem pelaporan dan pemungutan pajak juga akan dibuat lebih transparan melalui pemanfaatan teknologi digital dan integrasi data antar lembaga, termasuk OJK dan platform perdagangan kripto.

Pemerintah menilai aset kripto sebagai sektor strategis yang berpotensi menyumbang penerimaan negara dalam jangka panjang. Karena itu, perumusan aturan perpajakan yang baru ditujukan untuk memberi kepastian hukum, melindungi konsumen, mencegah pencucian uang (anti-money laundering), dan mendukung pertumbuhan industri kripto secara sehat dan berkelanjutan.

Untuk menunjang penerapan aturan baru ini, DJP merencanakan sosialisasi intensif kepada pelaku pasar melalui seminar edukasi dan kanal digital. 

Selain itu, sistem pelaporan dan pembayaran elektronik yang lebih adaptif juga tengah dikembangkan agar para wajib pajak bisa memenuhi kewajiban mereka dengan lebih mudah.

Pelaku industri kripto menyambut baik langkah ini. Salah satu CEO bursa aset digital lokal menyatakan bahwa revisi regulasi akan memberikan kepastian hukum dan mendorong ekosistem investasi digital yang kredibel. “Dengan aturan yang jelas, kami bisa berkontribusi lebih optimal bagi negara,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: