Memberangus Media
SEJARAH KELAM : Unjuk rasa memprotes tangan besi pemerintah Orba bredel media massa.-DeTik-
SIC Harian Indonesia Raya dicabut pada 21 Januari 1974 disusul pencabutan SIT dua hari kemudian. Mochtar Lubis (pemimpin redaksi) ditahan 2,5 bulan, sedangkan Enggak Bahau’ddin (wakil pemimpin redaksi) ditahan hampir setahun dengan tuduhan terlibat Peristiwa Malari. Mereka akhirnya dibebaskan tanpa syarat.
Harian Kompas
Harian Kompas dibredel pemerintah pada 1978 karena memberitakan aksi mahasiswa yang menolak pencalonan kembali Pak Harto sebagai Presiden Indonesia. Kompas boleh kembali terbit dua minggu kemudian setelah meminta maaf kepada Soeharto dan berjanji tidak akan mengangkat masalah Soeharto lagi, baik seputar militer atau pemerintahannya.
Majalah Tempo
Pada 1982, majalah Tempo juga dicabut izinnya karena memberitakan kerusuhan pada masa pemilihan umum (pemilu). Seperti Harian Kompas, Tempo terbit lagi setelah meminta maaf dan menandatangani perjanjian.
Majalah Tempo kembali dibredel pada 1994 karena edisi tanggal 7 Juni 1994 mengkritik pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur seharga USD 12,7 juta yang dimarkup 62 kali lipatnya.
Setelah berhenti beroperasi 4 tahun, ‘’Tempo’’ boleh terbit lagi (12 Oktober 1998). Saat itu, Pak Harto sudah lima bulan dilengserkan Gerakan Reformasi dari jabatan presiden.
Harian Sinar Harapan
Sinar Harapan dibredel kali pertama pada 2 Oktober 1965 agar G 30 S-PKI tidak diekspos. Sinar Harapan terbit kembali pada 8 Oktober 1965.
Pada Januari 1972, Sinar Harapan kembali dibredel karena pemberitaan yang terbit pada 31 Desember 1971 berjudul “Presiden Larang Menteri–Menteri Beri Fasilitas Pada Proyek Mini”.
Pada 2 Januari 1973, Sinar Harapan kembali dibredel oleh Pangkokamtib terkait pemberitaan RAPBN dengan judul “Anggaran ’73-74’ Rp. 862 Miliyard”. Sinar Harapan terbit kembali pada 12 Januari 1973.
Sinar Harapan kembali dibredel terkait peristiwa “Malari” atau malapetaka 15 Januari 1974 bersama 12 media cetak lainnya. Pada 4 Februari 1978 Sinar Harapan boleh terbit bali.
SIUPP Sinar Harapan dicabut pada Oktober 1986 setelah menurunkan headline “Pemerintah Akan Cabut 44 SK Tata Niaga Bidang Impor”. Ketika Sinar Harapan kembali terbit 15 tahun kemudian (2001), media cetak telah terdisrupsi internet.
Kebayang kan, bagaimana susahnya wartawan dan media massa pada era Orde Baru? Kalau Pak Harto saat ini masih menjadi penguasa, saya sulit membayangkan bagaimana wajah media sosial. (bagian 3 – bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: