BANNER HEADER DISWAY HD

Desaku Kini Tak Gelap Lagi : Kolaborasi Apik PLN dan Turbin Swadaya di Gunung Gijul

Desaku Kini Tak Gelap Lagi : Kolaborasi Apik PLN dan Turbin Swadaya di Gunung Gijul

BELAJAR : Anak-anak di Desa Gunung Gijul memanfaatkan listrik sebagai penerangan untuk belajar.-Hendarto Setiawan-

Untuk bisa sampai ke Desa Gunung Gijul, dari Kota Bandarlampung ibukota Provinsi Lampung, menggunakan mobil membutuhkan waktu hingga 4 jam, atau sekira 1 jam lebih jika dari Kotabumi ibukota Kabupaten Lampung Utara. 

Menjejakan kaki di Desa Gunung Gijul sama artinya menapaki sebuah desa konservasi. Masih terjaga asri dan kemurniannya.

Udara sejuk, oksigen berlimpah, jauh dari kebisingan, dan warganya masih menjaga nilai-nilai kearifan lokal. ”Lebih mirip kawasan hutan dengan kearifan lokal tinggi. Sangat jarang di Lampung, bahkan Indonesia,” ujar Reki Meireko, salah satu penggiat lingkungan hidup. 

Pepohonan hijau membentang, tak ada bukaan sedikitpun di area kawasan gunung dan perbukitan yang mengelilinginya. Istilah bukaan mengacu pada sebutan wilayah gundul atau botak, biasanya dijumpai di punggungan gunung atau perbukitan akibat pembukaan lahan dan pembakalan liar.

Pohon Sialang, Albasia, Aren, dan pohon berkarakter khas hutan masih banyak dijumpai. Di sanalah, tempat siamang, monyet, trenggiling, musang, ular dan aneka jenis burung beranak pinak.

”Desa ini punya aturan dilarang berburu dan menerima kerap menerima pelepasan satwa liar,” sambung alumni SMA Negeri 1 Kotabumi yang kerap wara-wiri masuk keluar hutan.

Gunung Gijul berbatasan dengan desa-desa penerima manfaat program konservasi. Di bagian Barat berbatasan dengan Desa Sukasari, Kecamatan Tanjung Raja, dan bagian Timur berseberangan dengan Desa Sinar Gunung Kecamatan Abung Pekurun. 

Untuk wilayah Utara memiliki batas dengan Desa Gunung Sadar Kecamatan Abung Tengah dan Selatan dengan Desa Campang Gijul Kecamatan Abung Pekurun. 

”Akses ke desa kami sebenarnya sudah sangat baik. Tapi akses desa sekitar masih banyak buruknya. Hingga program pembangunan pemerintah jarang mampir,” ujar Kepala Desa Gunung Gijul Fery Ferdiansyah berkisah.

Penerapan Perdes Nomor 5 Tahun 2016 

Peraturan Desa Nomor 5  Tahun 2016 ini berisi aturan tentang konservasi desa, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal. 

Hingga hampir satu dasawarsa, Perdes masih berjalan efektif. Setiap warga patuh melaksanakan. Pun begitu dengan pelanggaran, tanpa pandang bulu maka sanksi harus tegak. 

Payung hukum konservasi hutan diinisiasi dan diteken oleh Kepala Desa Fery Ferdiansyah. Melindungi langsung 278 kepala keluarga (KK) dan 1.700-an jiwa penduduknya.  ”Hebatnya, manfaat konservasi ini tak cuma untuk warga desa kami saja. Tapi ribuan warga di hilir sungai yang airnya berasal dari Gunung Gijul,” bebernya.

Dengan empat suku terbesar yakni Ogan Sumatera Selatan, Jawa, Sunda dan Lampung berbaur harmonis di empat dusun. 

”Penegakan perdes ini tak main main. Terdapat sanksi tegas, hingga membuat warga jera,” kata Fery. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: