Pergaulan di Kampus: Antara Dukungan Sosial dan Lingkaran Toxic
Ilustrasi --ISTIMEWA
RADARTVNEWS.COM – Masa kuliah sering disebut sebagai fase transisi penting dalam kehidupan seseorang. Di lingkungan kampus, mahasiswa tidak hanya belajar akademis, tetapi juga ditempa oleh pengalaman sosial yang membentuk karakter dan pola pikir.
Pergaulan di kampus bisa menjadi faktor yang mendorong mahasiswa berkembang, namun di sisi lain juga berpotensi menimbulkan tekanan bila salah memilih circle atau kelompok pertemanan.
Bagi banyak mahasiswa, dukungan sosial dari teman kampus merupakan “penopang” utama dalam menghadapi berbagai tantangan. Diskusi kelompok, berbagi pengalaman, hingga sekadar nongkrong di kantin dapat menjadi cara untuk mengurangi stres akademik.
Teman-teman yang suportif mampu meningkatkan rasa percaya diri, memotivasi dalam belajar, bahkan memberi energi positif untuk menghadapi tekanan kuliah yang cukup berat. Lingkungan pertemanan sehat inilah yang kerap membuat mahasiswa merasa kampus seperti rumah kedua.
Namun, tidak semua pergaulan membawa dampak positif. Tekanan lingkungan sosial juga menjadi realita yang sering ditemui di dunia kampus. Tidak jarang mahasiswa merasa harus mengikuti standar kelompok tertentu agar diterima.
BACA JUGA:Konser Gratis Vierratale Meriahkan Good Day Schoolicious Youth Talent Vol. 3
Mulai dari gaya hidup konsumtif, kebiasaan begadang tanpa tujuan jelas, hingga terjerumus dalam perilaku negatif seperti alkohol atau narkoba. Circle yang toxic ini secara perlahan dapat menggerus kesehatan mental maupun prestasi akademik.
Selain itu, fenomena fear of missing out (FOMO) juga kerap muncul dalam pergaulan kampus. Mahasiswa yang melihat teman-temannya aktif di berbagai organisasi atau kegiatan sosial bisa merasa tertekan untuk melakukan hal yang sama, meski sebenarnya belum tentu sesuai dengan minat atau kapasitas diri. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat menimbulkan stres, kelelahan, bahkan burnout.
Agar tidak terjebak dalam lingkungan yang salah, mahasiswa perlu lebih selektif dalam memilih circle. Carilah teman yang bisa saling mendukung dan menghargai perbedaan, bukan yang memaksa untuk selalu sama. Membatasi diri dari pertemanan toxic bukan berarti anti-sosial, melainkan bentuk kesadaran untuk menjaga diri.
Pergaulan di kampus sejatinya adalah ruang belajar kehidupan. Dari sinilah mahasiswa dapat memahami arti kerjasama, menghargai perbedaan, sekaligus belajar menegakkan prinsip diri.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
