BANNER HEADER DISWAY HD

Tak Ada Masa Depan Tanpa Hutan dalam Peringatan Hari Hutan Indonesia

Tak Ada Masa Depan Tanpa Hutan dalam Peringatan Hari Hutan Indonesia

--Freepik

BANDAR LAMPUNG, RADARTVNEWS.COM - Peringatan Hari Hutan Indonesia yang jatuh setiap 7 Agustus membawa pesan kuat, yaitu Tak Ada Masa Depan Tanpa Hutan. Di tengah krisis iklim yang kian nyata, seruan ini menjadi pengingat akan pentingnya peran hutan dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan kehidupan manusia.

Hutan tidak sekadar deretan pepohonan. Ia menyediakan udara bersih, mengatur iklim, dan menopang kehidupan ekonomi serta budaya masyarakat. Namun, data Global Forest Watch mencatat Indonesia telah kehilangan sekitar 32 juta hektare tutupan pohon sejak 2001 hingga 2024 setara dengan 20 persen dari total hutan nasional pada tahun 2000.

 

Deforestasi masih terus berlangsung, didorong oleh ekspansi industri kelapa sawit, tambang, dan pembukaan lahan ilegal. Meski pemerintah mengklaim penurunan laju deforestasi hingga 90 persen, klaim ini dikritik sejumlah lembaga karena membandingkan dengan periode terburuk, bukan menggunakan standar internasional.

 

Dampaknya sangat serius. Menurut BNPB, sepanjang 2024 terjadi lebih dari 430 kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera dan Kalimantan, menyebabkan ribuan warga terdampak. Data Kementerian Kesehatan mencatat lebih dari 150.000 kasus ISPA akibat polusi udara dari karhutla di lima provinsi.

BACA JUGA:Curug Tujuh Margajaya: Surga Tersembunyi di Tengah Hutan Lampung Tengah

Dalam upaya menjaga hutan, peran masyarakat adat menjadi sangat vital. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat wilayah adat memiliki tingkat deforestasi tahunan di bawah 0,1 persen. Di Tulang Bawang Barat, misalnya, komunitas adat menjaga hutan melalui hukum adat yang mengatur rotasi tanam dan perlindungan flora-fauna. Sayangnya, banyak wilayah adat masih belum diakui secara hukum dan rentan dikriminalisasi.

 

Di sisi lain, berbagai upaya nyata terus dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah untuk menyelamatkan hutan yang kian terancam. Di tingkat akar rumput, komunitas mahasiswa, pegiat lingkungan, serta masyarakat adat di Lampung dan daerah lain terlibat aktif dalam aksi penanaman pohon, edukasi publik, dan perlindungan hutan adat melalui hukum tradisional. 

 

Sementara itu, pemerintah memperkuat peranannya dengan memperluas area perhutanan sosial, merehabilitasi hutan lindung melalui penanaman kembali di lahan kritis, serta meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas pembalakan liar dan alih fungsi lahan. Langkah ini diperkuat oleh komitmen dalam dokumen Nationally Determined Contributions (NDC) 2025 yang menargetkan pengurangan emisi sebesar 43 persen pada 2030, di mana perlindungan hutan menjadi strategi utama. Sinergi antara aksi lokal dan kebijakan nasional ini menandai bahwa penyelamatan hutan bukan hanya tugas satu pihak, melainkan tanggung jawab kolektif yang harus terus dijaga.

BACA JUGA:Bela Hak Alam dan Manusia, Indonesia Bersama Penjaga Hutan Dunia Satukan Suara

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: