Simak Fakta Fenomena Generasi Sandwich : Kamu Termasuk Nggak Nih?

Jumat 14-06-2024,09:00 WIB
Reporter : MG02DNA
Editor : Admin

RADAR TV - Generasi sandwich, sebuah istilah yang merujuk pada kelompok orang yang merawat kedua orang tua mereka yang menua serta anak-anak mereka yang masih bergantung pada mereka secara finansial atau emosional, menghadapi tantangan yang unik dan kompleks. 

Istilah ini dicetuskan oleh profesor asal Kentucky University yaitu Dorthy A. Miller pada tahun 1981 dalam bukunya yang berjudul Social Work. Professor tersebut menganalogikan fenomena ini bagaikan roti sandwich, dimana orang tua dan anak digambarkan sebagai roti pada lapisan atas dan lapisan bawah. Nah, seseorang yang terjebak dalam fenomena ini digambarkan sebagai sebuah daging atau isi dari sandwich yang terhimpit di tengah-tengah roti. 

Fenomena ini semakin umum terjadi di era modern, di mana harapan hidup meningkat sementara dinamika sosial dan ekonomi juga berubah. Generasi sandwich ini sering kali terekspos lantaran sering membagikan kisah di media sosial dan banyak terjadi pada negara-negara berkembang.

Apa Sih Tantangan Jadi Generasi Sandwich?

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh generasi sandwich adalah beban perawatan ganda. Merawat kedua orang tua yang memerlukan perhatian dan dukungan tambahan, sambil juga mengurus anak-anak yang masih tergantung pada mereka, bisa sangat menuntut secara emosional, finansial, dan fisik. Hal ini tentu dengan mudah dapat menyebabkan stres, kelelahan, dan konflik internal.

Aspek finansial juga merupakan penyebab yang paling signifikan bagi generasi sandwich. Membiayai kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak-anak, dan perawatan orang tua yang membutuhkan biaya tambahan bisa menjadi beban yang berat bagi banyak orang. Beberapa dari mereka mungkin terpaksa mengorbankan karir atau kesempatan pengembangan pribadi lainnya untuk dapat memenuhi tuntutan finansial tersebut.

Bagaimana Fenomena Generasi Sandwich di Indonesia?

Tak heran jika generasi sandwich ini banyak terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan data statistik BPS pada tahun 2017, sebanyak 77.82% keluarga di Indonesia yang hidupnya ditopang oleh salah satu anggota keluarga, sedangkan hanya sekitar 7% yang mampu menghidupi diri sendiri . Lalu sekitar 50% lansia tinggal bersama anak, cucu, dan menetap pada rumah yang sama. Sedangkan sekitar 20% lansia yang tinggal bersama pasangannya. Sementara 9% memilih untuk hidup sendiri.

Mengapa fenomena generasi sandwich ini marak di Indonesia? Hal ini terjadi karena masih banyaknya stereotip masyarakat yang menganggap bahwa anggota keluarga yang menghidupi anggota keluarga lain adalah hal yang lumrah. Sehingga banyak anak-anak yang menganggap hal ini adalah hal yang lumrah dan kelak akan melakukan hal yang sama. 

Generasi Sandwich Penuh Tekanan? 

Generasi sandwich sering kali merasa tertekan yang disebabkan oleh ekspektasi sosial. Mereka mungkin merasa terjebak di antara peran-peran yang berbeda dan merasa sulit untuk memenuhi harapan dari berbagai pihak. Tekanan dari keluarga, teman, dan masyarakat umum seringkali membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi standar yang diharapkan.

Selain itu, generasi sandwich juga sering mengalami burnout akibat tidak bisa work life balance yaitu menyeimbangkan antara dunia kerja dan kehidupan diluar pekerjaan. Biasanya seseorang akan lebih rentan lelah fisik dan mental, bahkan yang terparah dapat mengalami depresi. 

Namun, meskipun dihadapi dengan banyak tantangan, generasi sandwich juga dapat menemukan makna dan kepuasan dalam peran mereka. Merawat orang tua yang menua dapat menjadi kesempatan untuk membalas budi atas semua pengorbanan dan kasih sayang yang telah diberikan oleh orang tua selama ini. Selain itu, menjadi panutan dan contoh bagi generasi yang lebih muda juga merupakan hal yang penting dan memuaskan.

Apa yang Harus Dilakukan? 

Untuk mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi oleh generasi sandwich, penting untuk mencari dukungan dan sumber daya yang tepat. Kamu bisa banget untuk berbagi cerita dan keluh kesah kepada keluarga yang lain, teman, dan jaringan dukungan komunitas dapat membantu mengurangi beban yang dirasakan. Selain itu, menjaga keseimbangan antara kebutuhan diri sendiri dan kebutuhan orang lain juga penting untuk menjaga kesehatan mental dan emosional.

Kategori :