Generasi Muda Lebih Takut Miskin daripada Tidak Menikah? Ini Penjelasan Para Sosiolog UI
--ISTIMEWA
RADARTVNEWS.COM - Di tengah perubahan sosial dan tekanan ekonomi yang semakin kompleks, para sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) mencatat adanya kecenderungan baru di kalangan generasi muda: mereka menempatkan stabilitas finansial sebagai prioritas utama dalam perencanaan hidup, bahkan melebihi urgensi untuk menikah.
BACA JUGA:Pelukis Cilik Usia 4 Tahun Gelar Pameran Tunggal Berisi 100 Karya di Madiun
Fenomena ini terlihat dari berbagai diskusi publik yang berkembang dan respons para ahli terhadap dinamika sosial generasi saat ini.
Dr. Ida Ruwaida, dosen Sosiologi UI, menjelaskan bahwa pandangan mengenai generasi muda yang “takut miskin” sebenarnya tidak sepenuhnya akurat bila dipahami secara tunggal. Ia menilai bahwa sebagian besar anak muda modern justru menghadapi tekanan gaya hidup konsumtif dan tuntutan sosial yang diperkuat oleh budaya FOMO.
Menurutnya, ketakutan terhadap ketidakstabilan ekonomi seharusnya diikuti oleh perilaku finansial yang lebih disiplin, namun kenyataannya masih banyak yang belum memiliki kesadaran tersebut.
Ia menekankan bahwa kemampuan mengelola pendapatan, menabung, serta mengendalikan konsumsi belum menjadi kebiasaan umum, sehingga kecemasan terkait finansial seringkali tidak sejalan dengan perilaku sehari-hari.
Pada sisi lain, Dr. Francisia Saveria Sika Ery Seda memberikan penjelasan yang lebih berfokus pada pergeseran nilai dan orientasi hidup generasi muda. Ia mengamati bahwa keputusan untuk menunda pernikahan tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang menyimpang, melainkan pilihan rasional yang didasari keadaan objektif.
Meningkatnya biaya hidup, kebutuhan akan tempat tinggal yang layak, serta tekanan untuk mempertahankan standar ekonomi tertentu membuat anak muda memprioritaskan kesiapan finansial sebelum memasuki lembaga pernikahan.
Menurutnya, banyak dari mereka memandang pernikahan bukan sekadar komitmen emosional, tetapi langkah besar yang memerlukan fondasi ekonomi kuat agar tidak memicu risiko konflik maupun ketidakstabilan di masa depan.
Gabungan dua perspektif tersebut menggambarkan realitas sosial yang lebih luas: generasi muda sedang menghadapi tantangan ekonomi dan sosial yang berbeda dari generasi sebelumnya.
Dengan tingginya biaya hidup perkotaan, ketatnya persaingan kerja, serta akses informasi yang membuat mereka lebih kritis dan realistis, orientasi terhadap masa depan pun berubah.
Finansial tidak lagi dipandang sebagai sekadar kebutuhan, tetapi sebagai syarat utama untuk mencapai kemapanan dan kemandirian. Karena itu, keputusan untuk menunda pernikahan menjadi bagian dari strategi hidup yang dianggap lebih aman dan rasional.
Fenomena ini menunjukkan bahwa perubahan nilai di masyarakat bukanlah tanda kemunduran moral, melainkan bentuk adaptasi terhadap kondisi zaman. Generasi muda memilih membangun pijakan ekonomi terlebih dahulu agar perjalanan hidup mereka, termasuk pernikahan, dapat berjalan lebih stabil dan berkelanjutan.
BACA JUGA:Garuda Indonesia Terima Suntikan Modal Rp 23,67 Triliun dari Danantara
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
