BANNER HEADER DISWAY HD

WIKA Desak KCIC Lunasi Piutang Rp5 Triliun dari Proyek Kereta Cepat

WIKA Desak KCIC Lunasi Piutang Rp5 Triliun dari Proyek Kereta Cepat

-Dok.KCIC-

RADARTVNEWS.COM – Proyek Kereta Cepat JakartaBandung (KCJB) atau Whoosh masih menyisakan persoalan antara PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) dan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). WIKA menagih pembayaran piutang konstruksi senilai Rp5,01 triliun yang tercatat sebagai Piutang Dalam Penyelesaian Konstruksi (PDPK) akibat pembengkakan biaya proyek atau cost overrun.

Manajemen WIKA menyebut klaim tersebut tengah diproses melalui jalur arbitrase pihak ketiga di Singapura. Langkah ini diambil setelah negosiasi yang dilakukan antara kedua belah pihak belum menemukan kesepakatan akhir. “Untuk klaim WIKA yang Rp5 triliun lebih, ini sedang berproses dengan KCIC,” ujar Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito.

Agung menegaskan, perusahaan akan mengikuti seluruh tahapan persidangan arbitrase hingga diperoleh keputusan resmi. Hingga kini, WIKA belum dapat memperkirakan peluang keberhasilan klaim tersebut. “Kita akan mengikuti jalannya sidang, sehingga belum bisa menyimpulkan kira-kira seberapa keberhasilan kita, sedang berproses,” jelas Agung.

Sengketa pembayaran ini berdampak besar terhadap kondisi keuangan WIKA. Dalam periode Januari–September 2025, perusahaan pelat merah itu mencatat rugi bersih sebesar Rp3,21 triliun. Nilai tersebut berbanding terbalik dengan laba Rp741,43 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Situasi ini menunjukkan tekanan serius terhadap keuangan perusahaan.

Agung berharap keterlibatan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara dapat mempercepat proses restrukturisasi proyek KCIC. “Ini sedang berproses dispute yang cukup besar antara WIKA dengan KCIC. Tentu, kita harap dengan penanganan oleh Danantara, penyelesaian proyek dan restrukturisasi bisa berjalan lebih cepat,” ujarnya.

Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung digarap melalui kerja sama operasi (KSO) antara WIKA dan empat perusahaan asal Tiongkok, yakni China Railway International (CRIC), China Railway Design (CRDC), China Railway Engineering Corporation (CREC), dan China Railway Signal & Communication (CRSC). Kompleksitas kerja sama ini membuat proses klaim berjalan cukup panjang.

BACA JUGA:Mendagri Tito Karnavian Dianugerahi Gelar “Petua Panglima Hukom Nanggroe” oleh Wali Nanggroe Aceh

Dalam laporan keuangan konsolidasian per 30 September 2025, WIKA mencatat saldo PDPK proyek KCIC sebesar Rp5,019 triliun. Manajemen menjelaskan, tagihan tersebut muncul akibat cost overrun selama masa konstruksi. “Sampai dengan tanggal otorisasi laporan keuangan, klaim masih dalam proses negosiasi,” tulis WIKA dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pemerintah melalui BPI Danantara Indonesia kini berupaya mempercepat restrukturisasi BUMN karya untuk memperbaiki struktur keuangan perusahaan. Chief Operating Officer (COO) Danantara Indonesia, Dony Oskaria, mengatakan pihaknya menyiapkan berbagai langkah strategis. “Kami ingin perusahaan karya kita menjadi sehat,” ucap Dony menegaskan komitmennya.

Danantara Asset Management juga menyiapkan skema penyelesaian utang proyek KCIC yang total investasinya mencapai sekitar US$7,2 miliar. Pembengkakan biaya tercatat mencapai US$1,2 miliar dari estimasi awal US$6 miliar, dengan Indonesia menanggung 60 persen atau sekitar US$720 juta. “Negosiasi dengan China Development Bank (CDB) masih berjalan,” kata Dony.

Ia menjelaskan, pembahasan dengan CDB mencakup tenor, bunga, dan denominasi pinjaman. Menurutnya, kondisi operasional KCIC kini menunjukkan hasil positif. “Yang paling penting adalah KCIC sudah membukukan positif secara operasional,” imbuhnya. Dony memastikan pembahasan restrukturisasi akan terus dikawal pemerintah bersama Danantara Indonesia.

Manajemen Danantara dijadwalkan segera bertolak ke China untuk melanjutkan diskusi restrukturisasi utang bersama pemerintah. “Percayakan bahwa hasilnya akan terbaik,” tegas Dony. Ia berharap proses ini dapat membantu memperkuat fundamental keuangan proyek dan memberikan kepastian bagi para kontraktor yang masih menunggu pembayaran.

Associate Director BUMN Research Group FEB UI, Toto Pranoto, menilai perpanjangan tenor pinjaman bisa menjadi opsi restrukturisasi yang efektif. Ia juga menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan masuknya investor strategis baru untuk mengurangi porsi kepemilikan konsorsium Indonesia di KCIC demi menekan beban utang.

BACA JUGA:Mantan Presiden ke-6 RI, SBY, Tekuni Dunia Lukis di Usia Senja

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: