SPMB Tak Gunakan Nilai Rapor, Kepercayaan Guru Dipertanyakan

SPMB Tak Gunakan Nilai Rapor, Kepercayaan Guru Dipertanyakan

Prof. Abdul Mu'ti--Situs tvmu.tv

RADARTVNEWS.COM –Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, mengeluarkan kebijakan terbaru terkait penghapusan nilai rapor dalam seleksi Jalur Prestasi Sistem Penerimaan Murimed Baru (SPMB) 2025 (menggantikan PPDB) menuai perdebatan. 

Dalam pengumuman pada Jumat, 11 April 2025 lalu, Mu’ti menyampaikan bahwa seleksi melalui jalur prestasi kini akan menggunakan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai pengganti rapor. Alasan utamanya adalah dugaan terjadinya "mark-up nilai" oleh guru, yang dianggap membuat rapor tidak lagi mencerminkan kemampuan siswa secara akurat.

“Mohon maaf, tapi banyak masyarakat mempertanyakan keabsahan nilai rapor. Banyak guru, karena terlalu baik, memberikan nilai lebih tinggi dari yang seharusnya. Misalnya nilai 6 jadi 8, atau 8 jadi 10,” ujar Mu’ti.

Pernyataan tersebut memicu kritik karena dinilai menunjukkan ketidak percayaan negara terhadap guru dan menihilkan peran penilaian sekolah yang selama ini dibangun secara sistematis. 

 

JPPI Sebut Kebijakan Ini Timbulkan Tiga Masalah Serius

 

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyebut bahwa pernyataan dan kebijakan ini menimbulkan tiga masalah besar dalam dunia pendidikan Indonesia

 

Pertama, Adanya stigma dan generalisasi. Menurut Ubaid, kebijakan ini menyamaratakan bahwa seluruh guru melakukan manipulasi nilai, padahal banyak pendidik yang menjalankan tugas dengan profesional dan jujur. “Ini seperti menghukum semua guru karena kesalahan sebagian kecil saja,” ujarnya.

 

Kedua, Merosotkan Kewenangan dan Kredibilitas Guru. Dengan tidak lagi mengandalkan nilai rapor, pemerintah terkesan mengabaikan hasil kerja guru. Padahal, penilaian dalam rapor mencerminkan proses pembelajaran menyeluruh. Ubaid mempertanyakan masa depan pendidikan jika pemerintah tak lagi mempercayai sekolah dan para guru.

 

Ketiga, Solusi Praktis Tapi Tidak Menyentuh Akar Masalah. Dari pada memperbaiki sistem evaluasi seperti melalui pelatihan, audit, atau sanksi bagi pelaku manipulasi, pemerintah justru mengambil jalan pintas dengan mengganti sistem. Hal ini dinilai justru memperburuk ekosistem pendidikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: