Like, Share, Run : Media Sosial dan FOMO di Komunitas Pelari

Like, Share, Run : Media Sosial dan FOMO di Komunitas Pelari

Ilustrasi : Aktivitas Lari Pagi Warga Kota Metro -Foto : Bagus Darmawan-radartv.disway.id

RADAR TV – Di era digital yang semakin terkoneksi, batas antara dunia fisik dan virtual semakin kabur. Aktivitas fisik seperti lari, yang dulunya dianggap sebagai kegiatan personal dan soliter, kini telah bertransformasi menjadi pengalaman yang sangat terhubung dan sosial. Fenomena ini tidak lepas dari peran media sosial yang telah mengubah cara kita berinteraksi, berbagi pengalaman, dan bahkan memotivasi diri dalam konteks olahraga lari. Namun, di balik kemudahan berbagi dan terhubung ini, muncul fenomena baru yang dikenal sebagai FOMO (Fear of Missing Out) atau ketakutan akan ketinggalan, yang memiliki dampak signifikan terhadap komunitas pelari. Berikut penjelasan tentang FOMO terhadap trend lari pada media sosial di komunitas pelari:

Revolusi Digital dalam Komunitas Lari

Kehadiran media sosial telah membawa revolusi dalam cara pelari berinteraksi dan membagikan pencapaian mereka. Platform seperti Instagram, Facebook, dan aplikasi khusus pelari seperti Strava telah menjadi sarana utama bagi para pelari untuk mendokumentasikan perjalanan mereka, dari latihan harian hingga kompetisi besar. Hashtag seperti #RunningCommunity, #InstaRunners, atau #MarathonTraining telah menjadi penanda identitas digital bagi komunitas pelari global.

Dampak positif dari fenomena ini tidak bisa dipungkiri. Media sosial telah memungkinkan pelari dari berbagai belahan dunia untuk saling terhubung, berbagi tips, dan memberikan dukungan moral. Grup-grup lari online bermunculan, menawarkan ruang virtual bagi para pelari untuk berdiskusi tentang teknik, peralatan, nutrisi, dan berbagi cerita inspiratif. Bahkan, banyak pelari pemula yang menemukan motivasi awal mereka melalui postingan-postingan inspiratif di media sosial.

Selain itu, media sosial juga telah mengubah lanskap event lari. Penyelenggara lomba kini memanfaatkan platform digital untuk mempromosikan acara mereka, menjangkau peserta potensial dari berbagai daerah, dan bahkan menyelenggarakan kompetisi virtual yang memungkinkan partisipasi global tanpa batasan geografis.


Salah Satu Kegiatan Komunitas Lari -Foto : Bagus Darmawan-radartv.disway.id

FOMO: Sisi Gelap Konektivitas

Namun, di balik manfaat positif ini, muncul fenomena FOMO yang mulai menggerogoti esensi murni dari aktivitas lari. FOMO, atau ketakutan akan ketinggalan, adalah kondisi psikologis di mana seseorang merasa cemas atau gelisah karena merasa ketinggalan dari apa yang orang lain lakukan atau alami. Dalam konteks komunitas lari, FOMO dapat mewujud dalam berbagai bentuk:

1. Tekanan untuk Selalu Aktif : Pelari merasa terdorong untuk terus-menerus memposting aktivitas lari mereka, bahkan ketika tubuh membutuhkan istirahat, karena takut dianggap "tidak konsisten" oleh follower mereka.

2. Kompetisi Tidak Sehat : Melihat pencapaian orang lain di media sosial dapat memicu rasa iri dan dorongan untuk melampaui prestasi tersebut, bahkan jika itu berarti memaksakan diri melampaui batas kemampuan fisik.

3. Pengabaian Proses : Fokus berlebihan pada hasil akhir (seperti waktu tempuh atau jarak) yang bisa dibagikan di media sosial dapat mengalihkan perhatian dari proses penting seperti peningkatan teknik dan kenikmatan berlari itu sendiri.

4. Standar Tidak Realistis : Paparan terus-menerus terhadap highlight reel kehidupan pelari lain dapat menciptakan standar tidak realistis dan menurunkan kepercayaan diri pelari.

5. Overtraining: Dorongan untuk terus menghasilkan konten yang "Instagram-worthy" dapat mendorong pelari untuk berlatih secara berlebihan, meningkatkan risiko cedera.

Dampak FOMO pada Kesehatan Mental dan Fisik Pelari

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: