Badai Matahari Diprediksi Landa Bumi Akhir 2023, Apa Saja Dampaknya?
ILUSTRASI BADAI MATAHARI. -radar jogja-
RADARTV – Badai Matahari sebuah fenomena dalam sistem tata surya diprediksi terjadi akhir 2023. Para ahli memperingatkan fenomena tersebut bakal mencapai masa puncaknya tahun 2025 mendatang.
Badai Matahari merupakan lonjakan pelepasan energi yang terjadi melalui titik-titik tertentu dipicu karena terjadinya gangguan magnetik seiring tidak seragamnya kecepatan rotasi bagian permukaan Matahari dan interior Matahari.
Kecepatan rotasi yang tidak sama tersebut membuat garis gaya magnetik matahari dapat saling berbelit dan membentuk busur menjulur keluar dari fotosfer.
Busur-busur tersebut akhirnya memerangkap plasma Matahari, yang di satu saat akan putus dan menghasilkan Badai Matahari.
Dampak Badai Matahari
Menariknya, fenomena Badai Matahari di Indonesia tidak sebesar daerah yang berada di lintang tinggi seperti di sekitar kutub bumi. Ini disebabkan letak Indonesia berada di garis khatulistiwa.
Kendati begitu, tidak berarti Indonesia bebas dari dampak badai matahari. Cuaca antariksa akan banyak berdampak pada gangguan sinyal radio frekuensi tinggi (HF) dan navigasi berbasis satelit.
Johan Muhammad, Peneliti Pusat Antariksa BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) mengungkapkan, dampak yang dirasakan Indonesia tidak sebesar daerah yang berada di lintang tinggi seperti di sekitar kutub Bumi. ”Hal ini dikarenakan letak Indonesia yang berada di khatulistiwa.” Kata Johan Muhammad.
Disebutkannya, di Indonesia, cuaca antariksa akibat aktivitas Matahari dapat mengganggu komunikasi antarpengguna radio HF dan mengurangi akurasi penentuan posisi navigasi berbasis satelit, seperti GPS (global positioning system).
Selain itu, semakin tingginya ketergantungan masyarakat di Indonesia terhadap teknologi satelit dan jaringan ekonomi global, maka gangguan pada satelit dan jaringan kelistrikan di wilayah lintang tinggi seperti kutub akibat cuaca antariksa tentunya juga dapat berpengaruh terhadap kehidupan manusia di Indonesia secara tidak langsung.
Terkait penggunaan istilah kiamat badai matahari, Johan menyebutnya sebagai istilah yang keliru dan perlu diluruskan.
“Tidak ada istilah seperti itu di kalangan masyarakat ilmiah. Kita telah hidup lama berdampingan dengan cuaca antariksa. Aktivitas matahari rutin terjadi. Yang perlu kita pahami adalah bagaimana prosesnya dan memitigasi dampak negatifnya semampu kita,” jelasnya.
Imbauan BRIN
BRIN memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak panik dan tidak mudah termakan hoaks yang beredar berkaitan dengan badai matahari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: