BANNER HEADER DISWAY HD

Kontroversi Gelar Pahlawan Nasional Soeharto: Menghargai Jasa atau Mengabaikan Pelanggaran HAM?

Kontroversi Gelar Pahlawan Nasional Soeharto: Menghargai Jasa atau Mengabaikan Pelanggaran HAM?

--

Namun demikian, banyak pihak menyatakan penolakan keras terhadap usulan tersebut. Kelompok masyarakat sipil, aktivis hak asasi manusia, serta para korban pelanggaran HAM menyuarakan keberatannya. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai bahwa langkah tersebut tidak mempertimbangkan luka sejarah yang masih membekas. 

 

“Alih-alih mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan, pemerintah diminta fokus menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia berat selama era Soeharto,” tegas Usman.

 

KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) juga mengecam usulan itu. Mereka menilai era pemerintahan Soeharto dipenuhi dengan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia serta penyalahgunaan kekuasaan melalui praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. 

 

Menurut mereka, jika gelar ini diberikan, akan muncul kekhawatiran bahwa negara sedang mengabaikan upaya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.

 

Pandangan kritis juga datang dari SETARA Institute. Ketua Dewan Nasional SETARA, Hendardi, menilai bahwa pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto justru dapat mengaburkan catatan sejarah kelam Orde Baru

 

Ia menyebut, “Gelar pahlawan nasional bagi Soeharto seperti menghapus sejarah kejahatan rezim di masa lalu dan menciptakan kontradiksi serta kebingungan kolektif tentang seorang pemimpin politik yang dilengserkan karena akumulasi kejahatan yang terjadi, namun pada saat yang sama sosok itu bergelar pahlawan nasional.”

 

Kelompok korban pelanggaran HAM dan keluarga mereka yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas), juga menyampaikan penolakannya. 

 

Mereka menyoroti berbagai tragedi yang belum diselesaikan, seperti peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius (Petrus), insiden Tanjung Priok, kasus Talangsari, penghilangan aktivis pada 1997-1998, serta tragedi Trisakti, Semanggi, dan kerusuhan Mei 1998.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: