RADARTVNEWS.COM - Sejumlah organisasi keagamaan besar di Indonesia yakni MUI, NU, dan Muhammadiyah mendesak pemerintah pusat untuk segera menetapkan banjir bandang dan longsor yang melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) sebagai bencana nasional. Desakan ini menyusul tingginya angka korban dan luasnya kerusakan infrastruktur di ketiga provinsi.
Di beberapa wilayah, kerusakan infrastruktur sangat parah jalan dan jembatan putus, akses darat tertutup, jaringan komunikasi dan layanan publik lumpuh, serta banyak desa yang terisolasi dari bantuan. Ketua Umum MUI, KH Anwar Iskandar, menegaskan bahwa kondisi di lapangan sudah melewati batas kemampuan pemerintah daerah. Dalam pernyataannya, disebutkan bahwa infrastruktur hancur, banyak korban belum diselamatkan, dan banyak daerah relevan belum terjangkau bantuan. Karena itu, ia mendesak agar pemerintah segera menaikkan status musibah ini menjadi bencana nasional agar penanganan bisa dilakukan secara lebih komprehensif.
BACA JUGA:Banjir Meluas di Tiga Provinsi, DPR Mendesak Presiden Tetapkan sebagai Bencana Nasional
Sejalan dengan itu, NU melalui lembaga penanggulangan bencananya menyatakan bahwa penetapan status nasional penting untuk menjamin koordinasi dan pemerataan bantuan dari pusat. Begitu pula Muhammadiyah, organisasi ini menyerukan solidaritas nasional dan mendesak penanganan segera karena situasi kemanusiaan dinilai kritis.
Tak hanya kelompok keagamaan juga anggota parlemen dan organisasi masyarakat sipil ikut menyerukan hal yang sama. Anggota DPR dari Sumbar, Mulyadi, menilai bahwa kerusakan dan korban sudah memenuhi kriteria untuk bencana nasional. Sementara itu, koalisi masyarakat sipil di Aceh, termasuk organisasi lokal yang peduli transparansi dan bantuan kemanusiaan, meminta agar Presiden Prabowo Subianto mengambil keputusan cepat untuk menetapkan darurat bencana nasional.
BACA JUGA:Secara Hukum, Banjir Bandang Sumatra Sudah Masuk Bencana Nasional
Menanggapi desakan ini, pejabat dari BNPB, yakni Abdul Muhari selaku Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan, mengatakan bahwa penetapan status bencana nasional menjadi kewenangan Presiden setelah melalui kajian, termasuk laporan resmi dari gubernur daerah terdampak.
Penetapan “bencana nasional” membuka akses bagi pendanaan besar, distribusi bantuan massif, koordinasi lintas lembaga, dan pengiriman logistik serta dukungan profesional dari seluruh penjuru negeri. Hal ini dianggap sangat krusial mengingat banyak daerah kini sulit dijangkau akibat infrastruktur terputus. Tanpa keputusan segera dari pemerintah pusat, dikhawatirkan proses penyelamatan, evakuasi, pemulihan infrastruktur, dan distribusi bantuan akan berjalan lambat atau bahkan terhambat sementara korban terus bertambah dan kondisi mengungsi terus memburuk.