RADARTVNEWS.COM – Banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada 22–25 November 2025 kembali menyoroti kerentanan lingkungan di kawasan hulu. BMKG Wilayah I menyebut Siklon Tropis Senyar sebagai penyebab cuaca ekstrem yang memperparah dampak bencana. Infrastruktur tidak mampu menahan derasnya arus sehingga banyak wilayah mengalami gangguan listrik dan telekomunikasi.
Pemerintah pusat langsung menetapkan status tanggap darurat untuk mempercepat upaya penanganan. Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, meminta penyelidikan menyeluruh terkait penyebab bencana. Ia menegaskan bahwa cuaca ekstrem bukan satu-satunya faktor, melainkan kerusakan ekologis yang berlangsung bertahun-tahun juga berkontribusi.
Rieke menekankan pentingnya evaluasi lingkungan agar penyebab struktural bencana diketahui. Ia menyoroti dugaan praktik illegal logging di beberapa wilayah, khususnya kawasan Tapanuli Tengah. Temuan kayu besar yang terbawa arus dianggap sebagai bukti pembalakan liar. “Ada persoalan apakah ini murni karena perubahan cuaca ekstrem atau kerusakan ekosistem yang terjadi bertahun-tahun,” ujarnya, dikutip dari Instagram riekediahp, Jumat (28/11).
Ia menegaskan material kayu yang mengalir di sungai menandakan kerusakan lingkungan di hulu sudah berlangsung lama. Rieke meminta investigasi serius agar faktor penyebab dapat diungkap secara menyeluruh. “Kayu yang mengalir di sungai itu bisa dipastikan ilegal. Saya pastikan ilegal,” tegasnya, menekankan pentingnya penegakan hukum.
Selain menyoroti kerusakan hutan, Rieke memfasilitasi pemulihan listrik dan telekomunikasi bersama PT Telkom Indonesia dan PT PLN Group. Putusnya kabel fiber optik serta kerusakan gardu listrik membuat penyampaian informasi darurat warga terdampak terganggu. Pemerintah diminta memastikan perbaikan berlangsung cepat agar komunikasi tetap lancar.
BACA JUGA:Banjir Meluas di Tiga Provinsi, DPR Mendesak Presiden Tetapkan sebagai Bencana Nasional
Data Telkom per 27 November 2025 menunjukkan 2.217 BTS terdampak bencana di tiga provinsi. Aceh paling banyak, yakni 1.531 BTS, Sumatera Utara 617 BTS, dan Sumatera Barat 69 BTS. Kerusakan ini mengganggu akses internet dan telepon. Tim teknis menghadapi hambatan besar karena banyak ruas jalan tertutup lumpur dan air.
Menko PMK Pratikno menegaskan fokus pemerintah saat ini tetap pada penanganan darurat. Dalam rapat terbatas di Kantor BNPB, Kamis (27/11), ia menyampaikan keselamatan warga dan distribusi bantuan menjadi prioritas utama. “Kita fokus ke tanggap darurat, setelah ini tanggap darurat kita akan melangkah berikutnya ke pemulihan,” ujarnya.
Pemerintah juga akan meninjau kondisi hulu, termasuk penggunaan lahan dan kualitas hutan, untuk mencegah bencana serupa. “Jadi masalah penggunaan lahan, masalah hutan dan termasuk juga Menteri PU kemudian memperbaiki waduk-waduk retensi,” jelas Pratikno. Evaluasi jangka panjang melibatkan kementerian teknis agar mitigasi lebih efektif.
Sejumlah video yang beredar menunjukkan arus banjir membawa potongan kayu besar hingga kendaraan warga. Fenomena ini menambah sorotan publik terhadap kondisi hutan yang rentan. Pemerintah memastikan temuan lapangan akan dihimpun sebagai bahan evaluasi setelah masa darurat berakhir. Diskusi faktor pemicu tetap akan dilanjutkan.
Pratikno mencontohkan pengalaman banjir Jabodetabek dan Bekasi, yang menuntut penelusuran hingga wilayah hulu. “Ketika banjir di Jabodetabek, di Bekasi dan lain-lain, kita juga menyusur sampai ke hulu,” ujarnya. Pemeriksaan serupa relevan dilakukan pada kejadian saat ini agar penyebab struktural dapat diungkap.
BACA JUGA:Banjir Kepung Kota Medan, Warga Terpaksa Naik ke Lantai Dua Saat Air Meninggi
Analisis menyeluruh baru akan dilakukan setelah fase darurat selesai. Pemerintah menilai pendekatan berbasis ekosistem penting untuk menekan risiko bencana berulang. Semua temuan terkait aliran sungai, kondisi perbukitan, dan dugaan illegal logging akan masuk laporan evaluasi agar mitigasi jangka panjang efektif.
Dalam distribusi bantuan, pemerintah mempertimbangkan jalur udara karena banyak akses darat terputus. Opsi ini dibahas bersama Kepala BNPB di Tarutung. Pengiriman udara dinilai cepat untuk menjangkau wilayah terdampak parah, termasuk logistik dasar seperti makanan, air bersih, dan perlengkapan medis.
Rusaknya jalur darat memaksa pemerintah mengalihkan bantuan melalui udara agar tepat waktu. BNPB, kementerian, dan pemerintah daerah diarahkan untuk koordinasi cepat agar kebutuhan mendesak masyarakat di daerah terisolasi segera terpenuhi.