Nilai Tukar Rupiah dan Mata Uang Asia Tertekan Usai Trump Umumkan Tarif 100% ke Produk China

Sabtu 11-10-2025,19:51 WIB
Reporter : MG - Shifa Ramadhani
Editor : Jefri Ardi

RADARTVNEWS.COM - Sejumlah mata uang Asia mengalami pelemahan terhadap dolar AS menjelang akhir pekan, menyusul pengumuman Presiden AS Donald Trump bahwa mulai 1 November 2025, ia akan mengenakan tarif baru sebesar 100 persen atas produk asal China. Di Indonesia, rupiah ditutup pada level Rp 16.570 per dolar AS, melemah 2 poin atau 0,01 persen dibanding hari sebelumnya.

Pelemahan tidak hanya terjadi pada rupiah. Data Bloomberg menunjukkan yuan China turun 0,07 persen ke level sekitar 7,13 yuan per dolar AS. Won Korea Selatan melemah 0,02 persen ke 1.426,49 won, dan ringgit Malaysia turun 0,15 persen ke 4,22 ringgit per dolar. Di sisi lain, rupee India terdepresiasi 0,11 persen ke 88,69 per dolar, baht Thailand turun 0,24 persen ke 32,69 baht, sementara dolar Singapura melemah 0,22 persen.

Indeks dolar AS (DXY) sendiri ditutup di 98,98, turun 0,56 persen pada perdagangan Jumat. Namun secara mingguan, DXY masih menguat 1,28 persen, mencerminkan permintaan global terhadap mata uang safe-haven ini dalam situasi ketidakpastian.

Penyebab Tekanan: Tarif dan Ekspor Mineral China

Ketegangan perdagangan antara AS dan China kembali memanas setelah Beijing memberlakukan pembatasan ekspor mineral tanah jarang, bahan penting untuk industri teknologi dan manufaktur global. Respon Trump adalah pengumuman tarif 100 persen plus kontrol ekspor atas perangkat lunak penting. Kebijakan ini diumumkan melalui platform Truth Social dan dianggap sebagai tanggapan langsung terhadap langkah ekspor China.

Menurut analis pasar Asia, investor merespons cepat dengan melepas aset berisiko dan mengalihkan dana ke dolar AS, memperbesar tekanan pada mata uang Asia. Posisi short (jual) terhadap rupiah dan mata uang regional lainnya dilaporkan meningkat, sejalan dengan kecemasan pasar atas eskalasi perang dagang.

BACA JUGA:Antam, UBS, dan Galeri 24 Kompak Naik, Harga Emas Sentuh Rp2,419 Juta per Gram

Selain itu, Asia secara geopolitik menjadi rentan terhadap kebijakan AS–China karena keterkaitan rantai pasok ekspor antara negara-negara Asia dan produksi China. Menurut laporan, negara seperti Malaysia, Korea, Jepang, dan Taiwan memiliki eksposur tinggi karena volume ekspor ke AS melalui China.

BACA JUGA:Gebrakan Purbaya, IHSG dan Rupiah Menguat

Implikasi dan Respons Bank Sentral

Tekanan terhadap mata uang Asia ini bukan hanya soal nilai tukar, melainkan juga risiko inflasi impor, aliran modal keluar, dan beban pada neraca perdagangan. Beberapa negara di Asia telah merespon dengan intervensi pasar valuta asing, kebijakan moneter adaptif, dan stabilisasi ekonomi.

Di Indonesia misalnya, Bank Indonesia sebelumnya pernah melakukan intervensi pasar untuk menahan depresiasi rupiah dalam tahun berjalan. Sementara itu, pemerintah dan otoritas keuangan kawasan lainnya juga tengah menyiapkan langkah-langkah agar dampak dari perang tarif ini tidak melebar menjadi guncangan sistemik.

Menjelang berlakunya tarif baru, pasar global akan memantau dengan cermat reaksi China, apakah akan ada retaliasi lebih lanjut atau stimulus domestik, serta tindakan bank sentral AS dan kebijakan fiskal yang bisa mempengaruhi nilai tukar dan arus modal.

Kategori :